Fasal 31 : Syarat Sujud

Fasal 31 : Syarat Sujud

(فصل) شروط السجود سبعة : أن يسجد على سبعة أعضاء وأن تكون جبهته مكشوفة والتحامل برأسة وعدم الهوى لغيره وأن لايسجد على شيء يتحرك بحركته وارتفاع أسافلة على أعالية والطمأنينة فية.
Syuruuthussujuudi Sab’atun : An Yasjuda ‘Alaa Sab’ati A’dhooin , Wa An Takuuna Jabhatuhu Maksyuufatan , Wattahaamulu Biro’sihi , Wa ‘Adamul Huwiyyi Lighoyrihi , Wa An Laa Yasjuda ‘Alaa Syain Yataharroku Biharokatihi , Wartifaa’u Asaafilihi ‘Alaa A’aaliihi , Waththuma’niinatu Fiihi , Wa An Yaquula Fii Sujuudihi “Subhaana Robbiyal A’laa Wabihamdihi ” (Tsalaatsa Marrootin) .
Cara Membaca/Memakai dalam Bahasa Jawa :
(FASHLUN) “utawi ikilah fasal” SYURUUTHUSSUJUUDI “Utawi piro-piro syarate sujud” Iku SAB’ATUN “ana pitu” AN YASJUDA “sewiji nyenta ana opo sujud” ‘ALA SAB’ATI A’DHOOIN “ing atase pitu piro-piro anggota” WA ANGTAKUUNA “lan nyenta ana” Opo JABHATUHU “Batuke Uwong” Iku MAKSYUUFATAN “den buka” WATTAHAAMULU “lan netelaken” BIRO’ SIHI “kelawan Sirah” WA ‘ADAMULHUWIYYI “lan ora anane temurun” LIGHOYRIHI “kelawan liyane sujud” WA AN LAA YASJUDA “lan nyenta ora ana sujude uwong” ‘ALA SYAY IN “ing atase sewiji-wiji” YATAHARROKU “kang dadi obah” BI HAROKATIHI “kelawan obahe uwong” WARTIFAA’U ASAA FILIHI “lan ngunjukaken piro-piro bokonge uwong” ‘ALAA A’AALIHI “ngungkuli ing atase piro-piro Sirah e uwong” WA THTHUMA’ NIINATU “lan tuma’ninah” FIIHI “ing dalem sujud”
Arti/Makan dalam Bahasa Indonesia:
Syarat-syarat sujud itu ada tujuh yaitu :
1. Harus dengan tujuh anggota badan
2. Dahi harus terbuka
3. Kepala harus ditekan (ketika meletakkan di tempat sujud)
4. Tidak boleh ada tujuan lain ketika membungkuk kecuali untuk sujud
5. Tidak boleh sujud di atas sesuatu yang bergerak bila bergerak untuk sujud
6. Kepala harus lebih rendah daripada pantatnya
7. Harus tuma’ninah
Syarh/Keterangan
Secara bahasa sujud berarti turun dan condong. Sedangkan menurut syara’ sujud adalah menempelnya dahi orang yang shalat pada tempat sujudnya. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam shalat sujud merupakan salah satu rukun fi’li. Sebagai rukun maka orang yang shalat mau tidak mau harus melakukan sujud. Meninggalkannya atau melakukannya dengan tidak memenuhi syarat-syaratnya menjadikan shalatnya tidak sah. Oleh karena itu kita harus tahu syarat-syarat sujud dalam sholat.
Adapun Syekh Muhammad Nawawi Banten memberi penjelasan dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ, Ketujuh syarat sujud adalah sebagai berikut:
*Pertama, bersujud di atas tujuh anggota badan.
Di dalam pelaksanaannya sujud harus melibatkan 7 (tujuh) anggota badan, yakni kening, kedua tangan, kedua lutut, dan kedua ujung telapak kaki. Ini berdasarkan oleh hadis yang di antaranya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dimana Rasulullah SAW bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الجَبْهَةِ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَاليَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ، وَأَطْرَافِ القَدَمَيْنِ
Artinya: “Saya diperintah untuk bersujud di atas tujuh anggota badan, yakni dahi—sambil tangan beliau menunjuk pada hidungnya–, kedua tangan, kedua kaki, dan ujung-ujung telapak kaki.” (HR. Imam Bukhari)
Yang wajib untuk diletakan pada tempat sujud adalah sebagian dari masing-masing anggota sujud tersebut, bukan semuanya. Sehingga sudah dianggap cukup menaruh sebagian dahi dan bukan harus menaruh semua dahi pada tempat sujud.
Disunnahkan meletakan anggota sujud tersebut secara berurutan ketika sujud, yaitu dengan meletakan kedua lutut terlebih dahulu, kemudian kedua tangan dan terakhir menaruh dahi.
*Kedua, kening dalam keadaan terbuka.
Batasan dahi adalah panjangnya terletak diantara pelipis dan lebarnya terletak antara rambut kepala dan alis. Ketika sujud dahi harus terbuka. Sehingga wajib menaruh sebagian kulit dahi diatas tempat sujud dan tidak harus semua bagian dahi menyentuh tempat sujud. Yang penting ada bagian di kulit dahi yang menyentuh tempat sujud. Yang wajib diletakan ketika sujud adalah sebagian dahi, sehingga meski ada sedikit rambut (beberapa helai) yang keluar diatas dahi tidak menghalangi ke-sah-an sujud , kecuali rambut tersebut tebal dan dapat menghalangi kulit dahi dalam menyentuh tempat sujud. Tetapi hal ini hanya berlaku bagi laki-laki ataupun budak perempuan. Adapun perempuan merdeka tidak boleh sedikitpun ada rambut yang keluar, karena rambut perempuan adalah aurat, sehingga wajib tertutup semua rambutnya ketika shalat.
*Ketiga, bertumpu pada kepala.
Artinya ketika bersujud yang menjadi tumpuan adalah kening, bukan lainnya,di mana beban kepala menimpa tempatnya sujud. Dalam hal ini Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab Al-Fiqhul Manhajî memberikan satu gambaran bilamana di bawah kening tersebut terdapat kapas maka ia akan tertekan dan nampak jelas bekas sujudnya di kapas tersebut.
*Keempat, jatuhnya badan bukan untuk selain sujud.
Artinya turunnya badan ke posisi sujud bukan karena untuk suatu tujuan selain sujud. Sebagai contoh, ketika orang yang shalat dalam posisi i’tidal atau berdiri tegak setelah ruku ia didorong oleh anaknya sehingga terjatuh ke depan pada posisi sujud. Ini artinya turunnya badan pada posisi sujud tersebut bukan karena mau melakukan sujud tapi karena hal lain yakni terjatuh didorong oleh anak. Dalam kasus seperti ini bila ia meneruskan sujudnya maka tidak sah. Ia mesti berdiri lagi untuk kemudian menurunkan badan untuk bersujud.
*Kelima, tidak bersujud di atas sesuatu yang dapat bergerak sebab gerakannya orang yang shalat.
Sebagai contoh, orang yang shalat dengan menggunakan baju koko misalnya, dimana ujung lengannya lebih lebar. Ketika orang yang shalat ini melakukan gerakan-gerakan shalat dari berdiri ke ruku’, dari ruku’ ke i’tidal, dan seterusnya maka ujung lengan bajunya akan ikut bergerak. Itu artinya lengan baju tersebut adalah sesuatu yang tersambung dengan diri orang yang shalat dan bergerak karena gerakan orang tersebut (Mahmul). Bila ketika sujud keningnya berada di atas ujung lengan baju maka sujudnya menjadi tidak sah karena bersujud di atas sesuatu yang bersambung dengan dirinya dan dapat bergerak karena gerakannya. Termasuk juga telapak tangannya sendiri. Bila ia bersujud di atas telapak tangannya maka sujudnya dianggap tidak sah karena telapak tangan dianggap sebagai sesuatu yang bersambung dengannya. Begitu pula saat wanita sedang melakukan sujud dan mukenah yang dikenakannya melebar ke tempat sujud dan wanita itu bersujud di atas mukenanya.
Adapun jika dilakukan bukan karena kesengajaan atau tidak tahu hukum sujud diatasnya, maka shalatnya tetap sah. Adapun benda yang tidak bersambung dengan dirinya, seperti shalat diatas tempat tidur, meskipun bergerak dengan gerakan yang ia lakukan, maka hal tersebut tidak menjadi masalah dan sujud yang ia lakukan tetap sah.
*Keenam, tubuh bagian bawah diangkat lebih tinggi dari tubuh bagian atas.
Dengan syarat ini maka orang yang bersujud posisi pantatnya harus lebih tinggi dari posisi kepala dan kedua pundaknya, tidak boleh sejajar atau bahkan lebih rendah. Sebagai contoh kasus dalam hal ini adalah orang yang shalat di anak tangga, dimana posisi kakinya ada di anak tangga bagian bawah. Pada posisi demikian ketika ia melakukan sujud maka posisi kepala akan berada di anak tangga yang lebih atas. Bila dengan kondisi demikian posisi pantat sejajar dengan posisi kepala maka sujudnya tidak sah yang berarti juga menjadikan shalatnya tidak sah. Syekh Nawawi memberikan kelonggaran bagi wanita yang sedang hamil. Bila ia kesulitan melakukan sujud dengan posisi pantat lebih tinggi dari kepala maka tak mengapa ia melakukannya sebisa yang ia mampu dan tidak ada kewajiban baginya untuk mengulangi shalatnya.
Dan juga jika seorang yang tidak bisa sujud kecuali harus dengan bantuan benda lain, seperti menaruh bantal pada tempat sujudnya, maka jika dengan sujud diatas bantal anggota tubuh bagian atas tetap lebih rendah daripada anggota tubuh bagian bawah, maka hal tersebut wajib dilakukan.
*Ketujuh, tuma’ninah.
Saat bersujud orang yang melakukannya harus disertai dengan tuma’ninah, yakni sikap dimana semua anggota badan terdiam tenang dengan waktu minimal selama orang mengucapkan kalimat tasbih subhânallâh. Ini juga berarti bahwa waktu paling cepat dalam melakukan sujud adalah selama orang mengucapkan kalimat tasbih tersebut.
disyaratkan juga untuk thumakninah dengan yakin. Seandainya seorang telah bangkit dari sujud tetapi ragu apakah telah thumakninah atau belum, maka wajib bersegera untuk kembali sujud.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ

About admin

Check Also

Fasal 34 : Tasydid Sholawat dalam Sholat

Fasal 34 : Tasydid Sholawat dalam Sholat

Fasal 34 : Tasydid Sholawat dalam Sholat (فصل ) تشديدات أقل الصلاة على النبي أربع …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Logo Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya