Sunnah Fitrah dalam Islam: Tuntunan Kebersihan dan Kemuliaan Manusia
Pendahuluan
Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga memperhatikan kebersihan, kesopanan, dan kehormatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bukti nyata dari kesempurnaan syariat Islam adalah adanya ajaran sunnah fitrah, yaitu amalan-amalan yang mencerminkan naluri suci manusia dan menjaga kebersihan jasmani serta rohani.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Fitrah ada lima atau lima perkara termasuk sunnah-sunnah fitrah; khitan, mencukur bulu kelamin, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.”
(HR. Muslim no. 181)
Dalam riwayat lain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan:
“Sepuluh perkara termasuk fitrah; mencukur kumis, membiarkan jenggot, bersiwak, membersihkan hidung dengan air, memotong kuku, membasuh sendi-sendi jari tangan, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kelamin, dan istinja’.”
(HR. Muslim no. 182)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa menjaga kebersihan dan kerapian tubuh bukan hanya masalah estetika, tetapi juga bagian dari ibadah dan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
1. Memotong Kuku
Para ulama sepakat bahwa memotong kuku adalah sunnah fitrah yang dianjurkan bagi laki-laki maupun perempuan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan pedoman waktu maksimal dalam melaksanakan amalan ini.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Kami diberi waktu dalam mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kelamin, hendaknya kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam.”
(HR. Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini bukan berarti membolehkan menunda-nunda hingga empat puluh hari, tetapi batas maksimal agar seseorang tidak mengabaikan kebersihan diri. Imam asy-Syafi’i dan para pengikutnya bahkan menganjurkan agar memotong kuku dilakukan setiap hari Jumat.
Hikmah dan Manfaat
Menjaga tangan dan kaki tetap bersih dari kotoran dan bakteri.
Menghindari penumpukan kuman di bawah kuku yang bisa menyebabkan penyakit.
Menjauhkan diri dari sifat menyerupai hewan buas yang berkuku panjang.
Ilmu kedokteran modern pun mengakui pentingnya menjaga kebersihan kuku, sebab area tersebut sering menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme penyebab infeksi. Dengan demikian, ajaran Islam telah lebih dulu mengajarkan dasar-dasar higienitas modern sejak lebih dari 14 abad lalu.
2. Mencukur Kumis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa tidak mengambil dari kumisnya maka dia bukan dari kami.”
(HR. Tirmidzi – Hasan Shahih)
Para ulama sepakat bahwa memendekkan atau mencukur kumis termasuk sunnah fitrah. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batasannya.
Madzhab Syafi’i berpendapat cukup dengan memendekkan hingga terlihat tepi bibir.
Madzhab Ahmad membolehkan mencukur habis.
Imam Malik memakruhkan mencukur hingga habis karena dikhawatirkan menyerupai perbuatan yang berlebihan atau menjadi pintu bagi mencukur jenggot, yang dilarang.
Yang jelas, mencukur kumis adalah bentuk kebersihan dan kesopanan. Kumis yang terlalu panjang dapat menyentuh makanan atau minuman, menimbulkan ketidakhigienisan, dan bisa menjadi sumber bau mulut.
Selain itu, menata kumis dengan rapi menunjukkan kerendahan hati dan kelembutan, bukan kesombongan sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang membiarkan kumis lebat untuk kesan gagah.
Disunnahkan memulai cukur dari sisi kanan, sebagaimana kebiasaan Rasulullah yang selalu mendahulukan sisi kanan dalam perkara yang baik.
3. Mencuci Sendi-Sendi Jari
Perkara ini termasuk bagian dari kesempurnaan kebersihan, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan wudhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan agar membersihkan sela-sela dan lipatan jari, karena di sanalah biasanya kotoran melekat.
Hikmah dari amalan ini sangat jelas: tangan adalah anggota tubuh yang paling sering bersentuhan dengan benda-benda kotor, makanan, dan wajah. Membersihkan sendi-sendi jari membantu mencegah masuknya kuman ke tubuh dan menjaga kebersihan secara umum.
4. Mencabut Bulu Ketiak
Mencabut bulu ketiak juga termasuk sunnah fitrah yang disepakati para ulama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari.
Walaupun disebut “mencabut”, boleh juga dilakukan dengan cara mencukur atau menggunakan perontok bulu, selama tujuannya adalah kebersihan. Namun yang lebih utama adalah mencabut, sesuai dengan lafadz hadits.
Hikmah dan Manfaat
Mengurangi bau badan akibat keringat yang bercampur bakteri di daerah ketiak.
Menjaga kebersihan kulit dan mencegah iritasi.
Membiasakan diri hidup bersih dan teratur.
Disunnahkan memulai dari ketiak kanan, sebagaimana sunnah dalam mendahulukan yang baik.
5. Mencukur Bulu Kelamin
Sunnah berikutnya adalah mencukur bulu kemaluan, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Ini dilakukan untuk menjaga kebersihan, kesehatan, dan kehormatan diri.
Amalan ini dilakukan sendiri, tidak boleh diserahkan kepada orang lain, karena aurat tidak boleh dilihat oleh siapapun selain pasangan sahnya.
Mencukur bulu kemaluan disunnahkan dilakukan secara berkala dan tidak melebihi empat puluh hari. Imam an-Nawawi juga menyebutkan bahwa disunnahkan mengubur kuku dan bulu-bulu yang dipotong, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Khusus untuk wanita
Bagi istri, mencukur bulu kemaluan bahkan bisa menjadi kewajiban, apabila diminta oleh suaminya, karena termasuk bagian dari ketaatan dan menjaga kebersihan untuk kebahagiaan rumah tangga.
6. Membiarkan Jenggot (I‘fa al-Lihyah)
Memelihara jenggot termasuk sunnah fitrah yang jelas berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Yang shahih, makruh mengambil sebagian dari jenggot secara mutlak, tetapi membiarkannya sebagaimana adanya berdasarkan hadits shahih.”
Syubhat dan Jawabannya
Sebagian orang berargumen bahwa Rasulullah memerintahkan memelihara jenggot untuk menyelisihi orang kafir, namun kini banyak orang kafir juga berjenggot, sehingga menurut mereka sunnah ini tidak relevan.
Pemahaman seperti ini adalah keliru. Perintah Rasulullah bukan hanya untuk menyelisihi orang kafir, tapi karena memelihara jenggot adalah fitrah dan tanda kemuliaan laki-laki.
Menolak sunnah dengan alasan orang kafir juga melakukannya sama saja dengan menolak kebaikan lain seperti bersiwak, berkhitan, atau menjaga kebersihan — padahal semua itu juga diakui baik oleh mereka.
Islam mengajarkan agar menyelisihi mereka dalam hal yang salah, bukan dalam semua hal. Menolak sunnah hanya karena orang kafir menirunya adalah logika terbalik yang menyesatkan.
Penelitian Modern
Menariknya, penelitian dari American Medical Association yang diterbitkan dalam American Medical Journal pernah mengungkapkan bahwa memelihara jenggot dapat mengurangi risiko kanker dan memperpanjang usia, karena rambut wajah melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet serta mengurangi infeksi kulit.
Penemuan ini memperkuat bahwa perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukan hanya bernilai ibadah, tetapi juga bermanfaat secara medis dan ilmiah.
Kesimpulan
Sunnah-sunnah fitrah seperti memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kelamin, dan memelihara jenggot bukan sekadar rutinitas fisik, melainkan ibadah yang menunjukkan keindahan dan kesempurnaan Islam.
Ajaran ini menanamkan nilai kebersihan, kerapian, kesehatan, dan kemuliaan manusia. Dalam dunia modern yang semakin sadar akan pentingnya higienitas dan personal care, sunnah-sunnah Rasulullah ini semakin relevan dan terbukti bermanfaat bagi kehidupan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”
(HR. Muslim)
Menjalankan sunnah fitrah berarti meniru keindahan yang dicintai Allah, menjaga diri dari penyakit, dan menegakkan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Pondok Pesantren Husnul Khotimah Sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya 

