Mengusap Khuffain dalam Islam: Keringanan yang Diberikan Syariat bagi Kaum Muslimin

Mengusap Khuffain dalam Islam: Keringanan yang Diberikan Syariat bagi Kaum Muslimin – Dalam kehidupan sehari-hari, setiap muslim pasti berhadapan dengan berbagai kondisi yang terkadang membuat pelaksanaan ibadah wudhu menjadi sulit. Terlebih bagi mereka yang sedang dalam perjalanan, bekerja di luar ruangan, atau dalam kondisi cuaca yang dingin. Salah satu bentuk keringanan (rukhshah) yang diberikan oleh Islam dalam hal bersuci adalah mengusap khuffain, yaitu mengusap alas kaki yang menutupi kaki setelah berwudhu. Amalan ini memiliki dasar kuat dalam syariat dan telah disepakati oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Pengertian Mengusap Khuffain

Secara bahasa, mengusap berarti membasahi telapak tangan dengan air lalu menjalankannya pada bagian tubuh yang diusap. Sedangkan khuffain adalah sesuatu yang dipakai pada kaki, baik berupa sepatu, kaos kaki, atau sejenisnya yang menutupi bagian kaki hingga mata kaki. Jadi, mengusap khuffain berarti membasahi tangan dengan air lalu mengusap bagian atas alas kaki tersebut sebagai ganti dari membasuh kaki saat berwudhu.

Keringanan ini diberikan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Sebab, tidak semua kondisi memungkinkan seseorang untuk melepas alas kakinya setiap kali berwudhu. Mengusap khuffain menjadi solusi praktis dan tetap sah secara syar’i selama memenuhi ketentuan yang telah dijelaskan dalam hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalil Disyariatkannya Mengusap Khuffain

Dibolehkannya mengusap khuffain bukanlah hasil ijtihad semata, tetapi memiliki dasar yang kuat dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadis-hadis tentang hal ini sangat banyak dan mencapai derajat mutawatir, yaitu diriwayatkan oleh banyak sahabat dengan sanad yang tidak mungkin disepakati atas kebohongan.

Salah satu dalilnya adalah hadis dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, beliau berkata:

“Aku melihat Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam kencing kemudian berwudhu dan mengusap khuffain.”
Ibrahim berkata, “Mereka (para ulama) menyukai ini karena Islamnya Jarir setelah turunnya al-Maidah.” (Muttafaq ‘alaih)

Penjelasan Ibrahim dalam hadis ini menunjukkan bahwa hukum mengusap khuffain tidak dihapus (tidak mansukh) oleh ayat wudhu dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang memerintahkan untuk membasuh kedua kaki. Sebab, Jarir masuk Islam setelah turunnya ayat tersebut, namun beliau tetap meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap khuffain. Artinya, hukum ini tetap berlaku dan sah dilakukan oleh umat Islam.

Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya (4/363) menyebutkan bahwa ada 37 sahabat yang meriwayatkan hadis tentang mengusap khuffain. Karena banyaknya periwayat, para ulama menggolongkan hadis ini ke dalam deretan hadis mutawatir, sehingga tidak diragukan lagi keabsahannya.

Cara dan Ketentuan Mengusap Khuffain

Syariat mengatur dengan rinci tata cara dan ketentuan mengusap khuffain agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut penjelasannya:

1. Cara Mengusap Khuffain

Cara yang benar adalah dengan membasahi telapak tangan dengan air, lalu mengusap bagian atas khuffain dari ujung jari kaki hingga ke arah betis. Yang diusap hanyalah bagian atas, bukan bawah atau samping. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam berbagai riwayat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengusap bagian atas khuffain.

2. Syarat Sah Mengusap Khuffain

Seseorang baru boleh mengusap khuffain setelah mengenakannya dalam keadaan suci, yakni setelah menyempurnakan wudhu yang sah dengan membasuh kedua kaki. Jika ia memakai khuffain dalam keadaan berhadats, maka tidak sah mengusapnya.

Hal ini berdasarkan hadis dari al-Mughirah bin Syu’bah, beliau berkata:

“Aku bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan. Beliau berwudhu, lalu aku menunduk untuk melepas khufnya. Maka beliau bersabda, ‘Biarkan keduanya, karena aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.’ Lalu beliau mengusap keduanya.”
(Muttafaq ‘alaih)

Hadis ini menunjukkan bahwa syarat sahnya mengusap khuffain adalah memakainya setelah bersuci dengan sempurna.

3. Mengusap Hanya untuk Hadats Kecil

Mengusap khuffain hanya boleh dilakukan karena hadats kecil, seperti buang angin, buang air kecil, atau tidur. Jika seseorang mengalami hadats besar, seperti junub, maka ia wajib melepas khuffain dan mandi besar. Mengusap khuffain tidak berlaku dalam kondisi tersebut.

Hal ini berdasarkan hadis Shafwan bin Assal al-Muradi, beliau berkata:

“Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar tidak melepas khuffain jika kami sedang dalam perjalanan selama tiga hari tiga malam, kecuali dari junub, akan tetapi dari buang hajat, kencing dan tidur.”
(HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)

4. Batasan Waktu Mengusap Khuffain

Syariat menetapkan batas waktu mengusap khuffain, yaitu:

  • Satu hari satu malam (24 jam) bagi orang yang mukim.

  • Tiga hari tiga malam (72 jam) bagi orang yang musafir.

Dalilnya adalah hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:

“Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam meletakkan satu hari satu malam bagi mukim dan tiga hari tiga malam bagi musafir.”
(HR. Muslim)

Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang kapan waktu itu dimulai:

  1. Pendapat pertama: dimulai sejak hadats pertama setelah memakai khuffain.

  2. Pendapat kedua: dimulai sejak pertama kali melakukan usapan setelah hadats.

Contoh kasus: seseorang berwudhu untuk shalat Subuh hari Jumat, lalu memakai khuffain dalam keadaan suci. Ia baru berhadats pada pukul 9 pagi dan baru berwudhu kembali pukul 12 siang.

  • Menurut pendapat pertama, waktu mengusap dimulai pukul 9 pagi.

  • Menurut pendapat kedua, waktu dimulai pukul 12 siang saat ia mulai mengusap.

Pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat kedua, sebagaimana dipilih oleh Imam an-Nawawi dalam *al-Majmu’ (1/487), karena pembatasan waktu terkait dengan perbuatan mengusap, bukan semata hadats. Jadi, waktu dihitung sejak ia pertama kali mengusap.

5. Menghapus Keabsahan Thaharah

Jika masa berlaku mengusap telah habis, atau seseorang melepas khuffain sebelum waktu habis, maka thaharah yang berkaitan dengan kaki menjadi batal. Dalam kondisi ini, ia wajib membasuh kedua kaki saat berwudhu berikutnya. Demikian pula, jika seseorang mengalami hadats besar, maka ia harus mandi dan tidak cukup hanya mengusap khuffain.

Hikmah Disyariatkannya Mengusap Khuffain

Syariat Islam dikenal dengan keseimbangan antara kemudahan dan ketegasan. Mengusap khuffain merupakan salah satu bentuk kemudahan (rukhshah) yang menunjukkan kasih sayang Allah terhadap umat-Nya. Hikmah dari disyariatkannya amalan ini antara lain:

  1. Memudahkan pelaksanaan ibadah bagi orang yang sedang bepergian atau dalam kondisi sulit melepas alas kaki.

  2. Menjaga kebersihan dan kesehatan, terutama pada musim dingin atau saat bepergian jauh.

  3. Meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang juga melakukannya dan memerintahkannya kepada para sahabat.

  4. Menunjukkan fleksibilitas syariat Islam, bahwa agama ini tidak memberatkan umatnya, selama tetap dalam koridor ketentuan yang benar.

Mana yang Lebih Utama: Mengusap atau Membasuh?

Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah lebih utama mengusap khuffain atau membasuh kaki seperti biasa?

Imam Ibnu Taimiyah dalam al-Ikhtiyarat (hal. 13) memberikan penjelasan yang bijak:

“Yang afdhal bagi setiap orang adalah menurut kondisi kakinya. Orang yang memakai khuffain mengusap khuffain dan tidak melapaskannya untuk meneladani Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabat. Sementara orang yang kakinya terbuka membasuh keduanya dan tidak perlu memaksakan diri memakai khuffain agar bisa mengusap. Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam sendiri membasuh kedua kakinya jika keduanya terbuka dan mengusap jika memakai khuffain.”

Dengan kata lain, keutamaan bukan terletak pada memilih salah satunya secara mutlak, melainkan menyesuaikan dengan keadaan. Jika seseorang mengenakan khuffain, maka yang utama adalah mengusapnya sebagaimana dilakukan Nabi. Namun jika tidak memakai khuffain, maka membasuh kaki seperti biasa adalah bentuk ibadah yang sempurna.

Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (1/199), bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terkadang membasuh kaki dan terkadang mengusap khuffain, sesuai kondisi beliau saat itu. Ini menunjukkan bahwa syariat memberikan ruang bagi kemudahan tanpa mengurangi kesempurnaan ibadah.

Penutup

Mengusap khuffain merupakan amalan yang memiliki dasar kuat dalam syariat Islam. Ia bukan hanya sekadar keringanan teknis dalam wudhu, tetapi juga simbol rahmat dan kemudahan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Para ulama telah bersepakat atas kebolehannya, bahkan hadis-hadis tentangnya mencapai derajat mutawatir.

Dengan memahami tata cara dan ketentuannya, seorang muslim dapat menjalankan amalan ini dengan benar tanpa keraguan. Baik dalam keadaan mukim maupun safar, Islam selalu memberikan kemudahan agar ibadah tetap bisa dilaksanakan dengan sempurna.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama ini melainkan ia akan dikalahkan olehnya.”
(HR. al-Bukhari)

Demikianlah keindahan Islam, agama yang selalu menyeimbangkan antara ibadah dan kemudahan, antara kewajiban dan rahmat. Mengusap khuffain adalah salah satu bukti nyata dari kelembutan syariat yang memudahkan umatnya untuk tetap suci dan beribadah kapan pun dan di mana pun berada.
Wallahu a’lam bish-shawab.

About admin

Check Also

Mengusap Pembalut Luka dalam Islam: Keringanan dalam Thaharah Bagi yang Terluka

Mengusap Pembalut Luka dalam Islam: Keringanan dalam Thaharah Bagi yang Terluka

Mengusap Pembalut Luka dalam Islam: Keringanan dalam Thaharah Bagi yang Terluka – Dalam kehidupan manusia, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Logo Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya