Mengusap Kepala dalam Wudhu: Pandangan Ulama dan Dalil-Dalilnya

Mengusap Kepala dalam Wudhu: Pandangan Ulama dan Dalil-Dalilnya – Mengusap kepala merupakan salah satu rukun dalam wudhu yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim. Namun, para ulama berbeda pendapat dalam beberapa rincian terkait tata cara pelaksanaannya. Dalam fiqih, masalah ini termasuk perkara yang diperselisihkan karena adanya perbedaan dalam memahami nash (teks dalil) dan praktik Nabi Muhammad ﷺ.

Secara umum, perbedaan itu mencakup tiga pokok pembahasan utama, yaitu:

  1. Apakah wajib mengusap seluruh kepala atau cukup sebagian?

  2. Apakah sunnahnya mengusap kepala satu kali atau tiga kali?

  3. Apakah kedua telinga termasuk bagian dari kepala atau anggota yang terpisah?

Artikel ini akan membahas secara rinci ketiga persoalan tersebut beserta dalil dan pandangan para imam mazhab.


1. Wajibkah Mengusap Seluruh Kepala?

Para ulama bersepakat bahwa disyariatkannya mengusap kepala merupakan bagian dari wudhu yang sah. Imam Ibnu Taimiyah berkata:

“Para imam bersepakat bahwa sunnahnya adalah mengusap seluruh kepala.”

Namun, mereka berselisih pendapat dalam hal apakah mengusap seluruh kepala itu wajib, ataukah cukup sebagian saja.

a. Pendapat Pertama: Cukup Sebagian Kepala

Pendapat ini dianut oleh Imam Abu Hanifah dan Imam asy-Syafi‘i.
Menurut mereka, mengusap sebagian kepala sudah mencukupi, karena ayat Al-Qur’an dalam surah Al-Ma’idah ayat 6 berbunyi:

“Dan sapulah kepalamu.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

Dalam bahasa Arab, kata “kepalamu” bisa berlaku untuk sebagian bagian dari kepala. Oleh karena itu, selama seseorang telah mengusap sebagian dari kepala, maka ia telah dianggap menjalankan perintah ayat tersebut.

Mereka juga berdalil dengan hadis dari al-Mughirah bin Syu‘bah, bahwa Nabi ﷺ pernah berwudhu dan mengusap ubun-ubunnya, serta sorbannya dan dua khuf (sepatu kulitnya):

“Sesungguhnya Nabi ﷺ berwudhu lalu mengusap ubun-ubunnya, sorbannya, dan kedua khufnya.”
(HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa mengusap sebagian kepala telah mencukupi, karena Rasulullah ﷺ hanya mengusap ubun-ubunnya dan tidak seluruh bagian kepala.


b. Pendapat Kedua: Wajib Mengusap Seluruh Kepala

Pendapat ini dianut oleh Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Menurut mereka, tidak sah wudhu seseorang yang hanya mengusap sebagian kepala, karena perintah “usaplah kepalamu” dalam ayat tidak cukup diterapkan dengan hanya menyentuh sebagian kecil darinya.

Dalil mereka adalah hadis dari Abdullah bin Zaid, yang menjelaskan tata cara wudhu Rasulullah ﷺ:

“Rasulullah ﷺ memulai dengan bagian depan kepalanya, kemudian menggerakkan kedua tangannya sampai ke tengkuknya, lalu beliau mengembalikannya ke tempat di mana beliau memulai.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ mengusap seluruh bagian kepala, dari depan hingga belakang dan kembali lagi.

Pendapat ini diperkuat oleh Ibnul Qayyim, yang berkata:

“Rasulullah ﷺ mengusap seluruh kepalanya, tidak ada satu pun hadis shahih yang menetapkan bahwa beliau hanya mengusap sebagian kepala.”


c. Analisis dan Kesimpulan

Dari dua pendapat di atas, terlihat bahwa:

  • Mazhab Hanafi dan Syafi‘i memandang cukup sebagian kepala.

  • Mazhab Maliki dan Hanbali mewajibkan seluruh kepala.

Namun, meskipun berbeda, tidak ada yang menolak disyariatkannya mengusap seluruh kepala. Bahkan ulama yang berpendapat cukup sebagian tetap mengakui bahwa mengusap seluruh kepala adalah lebih utama karena sesuai dengan sunnah Nabi ﷺ.

Adapun mengenai batas minimal “sebagian kepala” dalam pandangan mazhab Syafi‘i, sebagian ulama mengatakan cukup satu jari, sementara lainnya menyebut sebagian besar kepala. Namun, yang jelas, tidak dimaksud hanya beberapa helai rambut saja, sebab kewajiban mengusap adalah pada kepala, bukan rambut.


2. Sunnah Mengusap Kepala: Satu Kali atau Tiga Kali?

Masalah berikutnya adalah mengenai berapa kali mengusap kepala dalam wudhu — apakah satu kali atau tiga kali.

a. Pendapat Pertama: Satu Kali

Pendapat ini didukung oleh hadis-hadis shahih, di antaranya riwayat Abdullah bin Zaid, yang menjelaskan tata cara wudhu Rasulullah ﷺ:

“Beliau mengusap kepala satu kali.”
(HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, dan at-Tirmidzi)

Hadis serupa juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib:

“Dan beliau mengusap kepala satu kali.”
(HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Dari dua hadis ini, mayoritas ulama menyimpulkan bahwa Rasulullah ﷺ biasa mengusap kepala sekali saja, bukan tiga kali.


b. Pendapat Kedua: Tiga Kali

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa sunnahnya adalah tiga kali, dengan berdalil pada hadis Utsman bin Affan, yang menyebutkan:

“…Dan beliau mengusap kepala tiga kali.”
(HR. Abu Dawud)

Demikian pula riwayat dari Syaqiq bin Salamah, ia berkata:

“Aku melihat Utsman mengusap kepala tiga kali, lalu ia berkata, ‘Beginilah aku melihat Rasulullah ﷺ berwudhu.’”
(HR. Abu Dawud)


c. Kesimpulan

Para ulama mengompromikan dua riwayat tersebut dengan mengatakan bahwa:

  • Jumlah mengusap kepala bukan bagian dari rukun wudhu, melainkan sunnah.

  • Nabi ﷺ kadang mengusap sekali, kadang tiga kali, keduanya sama-sama benar.

Karena itu, seseorang boleh memilih untuk mengusap kepala sekali atau tiga kali, sesuai kebiasaan atau kondisi masing-masing.


3. Apakah Telinga Termasuk Kepala?

Masalah ketiga yang juga diperselisihkan adalah apakah kedua telinga termasuk bagian dari kepala, ataukah anggota tersendiri yang wajib diusap dengan air baru.

a. Pendapat Pertama: Telinga Termasuk Kepala

Pendapat ini dianut oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad.
Mereka berdalil dengan sabda Nabi ﷺ:

“Kedua telinga termasuk kepala.”
(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dengan demikian, hukum mengusap telinga sama dengan mengusap kepala, karena keduanya satu kesatuan. Maka, air yang digunakan untuk mengusap kepala dapat pula digunakan untuk mengusap telinga.

Hadis Abdullah bin Amr memperkuat pendapat ini:

“Kemudian Nabi ﷺ mengusap kepala dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam telinganya, dan mengusap telinga bagian luar dengan kedua ibu jarinya.”
(HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Dalam hadis ini tidak disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ mengambil air baru untuk telinganya, yang berarti beliau menggunakan air yang sama dengan kepala.


b. Pendapat Kedua: Telinga Bukan Bagian dari Kepala

Pendapat ini dianut oleh Imam asy-Syafi‘i.
Menurut beliau, telinga merupakan anggota independen, bukan bagian dari kepala, karena ada riwayat dari Abdullah bin Zaid yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ mengambil air baru untuk kedua telinganya:

“Aku melihat Nabi ﷺ berwudhu, lalu beliau mengambil air untuk kedua telinganya bukan air yang digunakan untuk mengusap kepalanya.”
(HR. al-Baihaqi)

Imam an-Nawawi menilai hadis ini hasan, dan dijadikan dasar bahwa telinga memiliki perlakuan tersendiri dalam wudhu.

Pendapat ini mengatakan bahwa karena telinga tidak termasuk kepala, maka disunnahkan mengambil air baru untuk mengusapnya, sebagaimana yang dilakukan Nabi ﷺ dalam sebagian riwayat.


c. Pendapat yang Lebih Kuat

Pendapat pertama dianggap lebih shahih, karena didukung oleh hadis-hadis yang lebih kuat dan praktik Nabi ﷺ yang mengusap kepala dan telinga dalam satu gerakan tanpa mengambil air baru.

Selain itu, riwayat yang menyebut Nabi ﷺ mengambil air baru untuk telinga dinilai syadz (ganjil) oleh sebagian ahli hadis, seperti Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Bulugh al-Maram.

Beliau menegaskan bahwa riwayat Muslim yang menyatakan Nabi ﷺ mengusap kepala dengan air yang sama adalah riwayat yang mahfuzh (terjaga), sedangkan riwayat al-Baihaqi dianggap kurang kuat.

Dengan demikian, yang lebih kuat adalah bahwa telinga termasuk kepala, dan mengusapnya cukup dengan air yang sama yang digunakan untuk kepala.


Kesimpulan Umum

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait mengusap kepala dalam wudhu:

  1. Mengusap kepala merupakan bagian dari rukun wudhu yang disyariatkan dengan nash Al-Qur’an dan Sunnah.

  2. Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban mengusap seluruh kepala:

    • Mazhab Hanafi dan Syafi‘i: cukup sebagian kepala.

    • Mazhab Maliki dan Hanbali: wajib seluruh kepala.

  3. Tentang jumlah pengusapan, riwayat yang shahih menunjukkan bahwa Nabi ﷺ kadang mengusap kepala sekali, kadang tiga kali, sehingga keduanya disunnahkan.

  4. Mengenai telinga, pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa telinga termasuk bagian dari kepala, dan cukup diusap dengan air yang sama.

Dengan memahami perbedaan ini, seorang muslim dapat lebih bijak dalam beribadah, tanpa saling menyalahkan, karena semua pendapat tersebut bersandar pada dalil-dalil yang shahih dan dipegang oleh para imam besar umat Islam.


Penutup

Mengusap kepala dalam wudhu bukan sekadar gerakan ritual, tetapi mengandung hikmah besar dalam menjaga kebersihan, kesempurnaan ibadah, dan ketundukan kepada perintah Allah.

Perbedaan pendapat dalam masalah ini menunjukkan keluasan rahmat Allah kepada umat Islam dan kebijaksanaan para ulama dalam memahami dalil. Selama seseorang melakukannya dengan ikhlas dan mengikuti salah satu pendapat yang memiliki dasar kuat, maka wudhunya sah dan diterima, insyaAllah.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

About admin

Check Also

Tertib dan Berkesinambungan dalam Wudhu: Wajibkah Menurut Pandangan Ulama?

Tertib dan Berkesinambungan dalam Wudhu: Wajibkah Menurut Pandangan Ulama?

Tertib dan Berkesinambungan dalam Wudhu: Wajibkah Menurut Pandangan Ulama? – Wudhu merupakan salah satu syarat sah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Logo Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya