YYPPHK – Kajian Kitab Safinatun Naja Fasal 15 : Syarat Tayamum
(فصل ) شروط التيمم عشرة: أن يكون بتراب وان يكون التراب طاهرا وأن لا يكون مستعملا ولا يخالطه دقيق ونحوه وأن يقصده وأن يمسح وجهه ويديه بضربتين وأن يزيل النجاسة أولا وأن يجتهد في
القبلة قبله وأن يكون التيمم بعد دخول الوقت وأن يتيمم لكل فرض .
Syuruuthu At-Tayammumi ‘Asyarotun : An Yakuuna Bituroobin , Wa An Yakuunatturoobu Thoohiron , Wa An Laa Yakuuna Musta’malan , Wa An Laa Yukhoolithuhu Daqiiqun Wanahwuhu , Wa An Yaqshidahu , Wa An Yamsaha Wajhahu Wayadaihi Bidorbataini , Wa An Yuziilannajaasata Awwalan , Wa An Yajtahida Fil Qiblati Qoblahu , Wa An Yakuunattayammumu Ba’da Dukhuulil Waqti , Wa An Yatayammama Likulli Fardhin .
Cara Membaca/Memaknai dalam Bahasa Jawa :
FASLUN “Utawi ikilah fasal” SYURUTHUTAYAMUMI “utawi piro-piro syarat e tayamum” Iku ‘ASYAROTUN “ana sepuluh” ANYAKUUNA “nyenta ana opo tayamum” BITUROOBIN “kelawan lebu” WA ANYAKUNA “lan nyenta ana” OPO ATTUROOBU “lebune” ANA IKU THOOHIROTAN “lebu kang suci” WA ANLAAYAKUUNA “lan nyenta ora kena ana opo tayamum” Ana iku MUSTA’MALAN “lebu kang wis den nggo” WA ANLAA YUKHOOLITHOHU “lan nyenta ora kena nyampuri sopo wong” Opo DAQIIQUN “glepung” WANAHWUHU “lan sepadane glepung” WAAYYAQSHIDAHU “lan senajan sopo wong” WAAYYAMSAHA “lan ngusap sopo wong” WAJHAHU “Ing rai ne wong” WAYADAIHI “Lan tangan loro ne wong BIDORBATAINI “Kelawan rong usapan” WA AYYAZILA “Lan ngilangaken sopo wong” ANNAJASATA “Ing piro-piro najis “AWWALAN “ing dalem kawitan e” WA AYYAJTAHIDA “lan madep sopo wong” FIL QIBLATI “ingdalem arah kiblat” QOBLAHU “ing sedurung e tayamum” WA AYYAKUNA “lan nyenta sopo wong” ATTAYAMUMU “Tayamum” BA’DA DUHULIL WAQTI “se uwis e manjing waktu” WA AYYATAYAMAMA “Lan tayamum sopo wong” LIKULI FARDIN “kedue saben-saben sholat fardu.”
Arti/Makna dalam Bahasa Indonesia :
Syarat-syarat tayammum yaitu 10 : Bahwa adalah ia bertayammum dengan debu , dan bahwa adalah debunya itu suci , dan bahwa tidak adalah debunya itu musta’mal , dan bahwa tidak bercampur debunya itu oleh tepung , dan bahwa ia sengaja bertayammum , dan bahwa ia menyapu mukanya dan dua tangannya dengan 2 kali , dan bahwa ia menghilangkan najis pada permulaannya , dan bahwa ia berijtihad pada kiblat sebelumnya tayammum , dan bahwa adalah tayammumnya itu setelah masuk.
Keterangan
Sepuluh Syarat Bagi Sahnya Tayammum;
*Pertama, dengan debu. Yang dimaksudkan adalah debu yang murni tanpa terkontaminasi dan tercampur oleh apapun.
*Kedua, debu yang suci. Maksudnya suci dari kotoran dan najis. sebagaimana firman Allah ta’ala; “Fatayammamu sha’idan thayyiban” (maka bertayammumlah kalian dengan debu yang suci). Contohnya pasir yang suci, tanah Waled yang kering, tiupan debu jalanan, debu dinding dan lain-lain.
*Ketiga, debu yang tidak musta’mal. Artinya debu yang sudah dipakai bertanyammum seseorang maka tidak boleh digunakan kembali oleh orang lain. Jika kita telah mengambil debu di suatu tempat dengan cara menempelkan kedua telapak tangan kita untuk usapan pertama, maka untuk mengambil debu yang kedua untuk usapan kedua jangan mengambil debu atau menempelkan tangan kita ke tempat yang sama. Dan jangan lupa setelah debu di gunakan tepukkan tangan kita agar debu yang sudah di gunakan tidak ada di tangan kita agar menghindari Musta’mal. Hukum Musta’mal berlaku juga untuk yang berwudhu, maksudnya air yang sudah di pakai berwudhu tidak boleh di gunakan walaupun setetes, jadi jika kita berwudhu air cipratan wudhu kita terkena air yang digunakan untuk kita berwudhu maka air tersebut hukumnya menjadi Musta’mal artinya tidak bisa dijadikan berwudhu walaupun kecipratan cuma beberapa tetes.
*Keempat, debu tidak tercampur dengan tepung atau kapur atau sejenisnya.
*Kelima, niat. Tempatnya niat adalah di hati. Dihadirkan pada saat pertama kali mengusapkan debu ke anggota yang pertama wajib dibasuh dengan debu, yaitu wajah. Adapun niat Tayamum adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضً ِللهِ تَعَالَى
“Nawaitut Tayammuma Listibaahatish Sholaati Fardhol Lillahi Ta’alaa”.
Artinya : “Aku berniat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan shalat fardhu karena Allah Ta’ala.”
Dalam Bahasa Jawa: “niat ingsun Tayamum kangge ngelakoni sholat fardhu karna Allah ta’ala”
*Keenam, mengusapkan debu pada wajah dan dua tangan dengan dua kali usapan. Maksudnya adalah mengusapkan debu pada wajah dengan menggunakan satu pengambilan debu. Disusul dengan mengusapkan debu pada tangan dengan menggunakan debu dalam pengambilan yang kedua. Dengan demikian, tidak diperbolehkan atau tidak sah jika satu kali pengambilan debu untuk mengusap wajah dan tangan sekaligus.
*Ketujuh, terlebih dahulu menghilangkan najis yang menempel di badan. Orang yang hendak bertayammum terlebih dahulu harus menghilangkan najis yang ada pada badanya, meski pun bukan anggota tayammum seperti alat kelamin, vagina, dll.. juga harus menghilangkan najis dari baju dan tempatnya seseorang. Berbeda dengan wudlu’. Sebab jika wudlu bertujuan untuk menghilangkan hadats. Sedangkan tayammum bertujum agar diperbolehkannya mengerjakan shalat (li-istibahat as-shalat).
Menurut sebagian ulama, seperti Imam ar-Ramli, mengatakan bahwa seseorang yang bertayamum sebelum menghilangkan najis, maka tayammumnya tidak sah. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar sebaliknya berpendapat sah.
*Kedelapan, Bersungguh-sungguh menghadap kiblat sebelum melakukan tayamum. Namun ternyata syarat ini adalah syarat yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai syarat yang lemah. Dengan kata lain, jika seseorang telah melakukan tayammum sebelum bersungguh-sungguh (ijtihad) menghadap kiblat maka sudah dianggap sah.
*Kesembilan, Tayamum dilakukan setelah masuk waktu sholat. Dikarenakan tayamum adalah bersuci dalam kondisi darurat, dan tidak ada darurat sebelum masuk wakti sholat, maka tayamum baru dianggap sah setelah masuk waktu. Jadi kalau sudah masuk waktu sholat kita baru bisa bertayamum untuk sholat waktu tersebut.
*Kesepuluh, Tayamum dilaksanakan karena hendak melakukan setiap perkara fardlu. Artinya bahwa satu tayamum tidak sah untuk dua kali pekerjaan fardlu, seperti dua shalat fardlu dzuhur dan asar. Sehingga setiap hendak mengerjakan perkara fardlu maka harus bertayamum dengan satu kali, dan perkara fardlu berikutnya pun harus mengerjakan tayamum untuk kedua kalinya.