Etika Buang Hajat dalam Islam: Adab dan Tuntunan Berdasarkan Sunnah Nabi ﷺ

Etika Buang Hajat dalam Islam: Adab dan Tuntunan Berdasarkan Sunnah Nabi ﷺ – Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Kesempurnaannya tidak hanya mencakup urusan ibadah seperti shalat, puasa, atau zakat, tetapi juga meliputi hal-hal yang tampak kecil dalam kehidupan sehari-hari, termasuk adab ketika buang hajat. Bagi seorang muslim, menjaga kebersihan diri merupakan bagian dari keimanan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Kebersihan itu adalah separuh dari iman.” (HR. Muslim, no. 223)

Etika buang hajat menjadi penting karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kebersihan, kesopanan, serta penghormatan terhadap syariat Allah. Dalam buku Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, dijelaskan secara rinci bagaimana seorang muslim seharusnya memperhatikan adab sebelum, saat, dan setelah buang hajat. Tulisan ini akan membahas secara lengkap hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum buang hajat, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

1. Mencari Tempat yang Sepi dan Tersembunyi

Hal pertama yang ditekankan dalam etika buang hajat adalah menjauh dari pandangan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikenal selalu menjaga kesopanan dan kehormatan dirinya, bahkan dalam urusan pribadi seperti buang air. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak buang air besar, beliau pergi hingga tidak ada seorang pun yang melihatnya.”
(HR. Abu Dawud, no. 2; at-Tirmidzi, no. 20)

Hal ini menunjukkan betapa Islam menjaga nilai ‘iffah (kesopanan) dan haya’ (rasa malu) dalam diri seorang muslim. Dalam konteks modern, adab ini dapat diterapkan dengan memastikan kita menutup pintu kamar mandi, tidak buang hajat di tempat umum secara terbuka, dan menghormati privasi orang lain.

2. Tidak Membawa Sesuatu yang Mengandung Nama Allah

Etika kedua adalah tidak membawa benda yang mengandung nama Allah atau ayat Al-Qur’an ke tempat buang hajat, kecuali dalam keadaan darurat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mencontohkan hal ini:

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakan cincin yang berukiran tulisan ‘Muhammad Rasulullah’. Namun apabila beliau hendak masuk ke tempat buang hajat, beliau menanggalkannya.”
(HR. at-Tirmidzi, no. 1747 – dishahihkan olehnya)

Tindakan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap nama Allah dan kalimat tauhid. Di era kini, hal ini juga bisa diterapkan dengan tidak membawa mushaf, perhiasan bertuliskan lafadz Allah, atau bahkan ponsel yang sedang menampilkan ayat Al-Qur’an ke dalam toilet.

3. Mendahulukan Kaki Kiri dan Membaca Doa Masuk Toilet

Sebelum masuk ke tempat buang hajat, Rasulullah ﷺ mengajarkan adab yang sangat baik, yakni masuk dengan kaki kiri terlebih dahulu, sambil membaca doa perlindungan dari gangguan setan:

بِسْمِ اللّهِ، اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan jantan dan setan betina.”
(HR. al-Bukhari, no. 142)

Doa ini menunjukkan kesadaran spiritual seorang muslim bahwa tempat buang hajat adalah tempat yang tidak suci dan sering menjadi tempat bersemayamnya jin dan setan. Karena itu, memohon perlindungan kepada Allah menjadi bentuk penjagaan diri dari gangguan makhluk halus.

Selain itu, mendahulukan kaki kiri merupakan simbol adab dalam Islam: kaki kiri digunakan untuk hal-hal yang bersifat duniawi atau kotor (seperti masuk kamar mandi), sedangkan kaki kanan digunakan untuk hal-hal yang mulia (seperti masuk masjid atau memakai pakaian).

4. Menutup Aurat Sebelum Buang Hajat

Islam sangat menekankan pentingnya menjaga aurat, bahkan ketika seseorang sedang sendirian. Oleh sebab itu, Rasulullah ﷺ tidak mengangkat pakaian sebelum benar-benar mendekat ke tanah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat para sahabat. Tujuannya agar aurat tetap tertutup dari pandangan, baik manusia maupun jin.

Perbuatan ini mencerminkan kehati-hatian dan adab sopan santun yang tinggi. Menjaga aurat merupakan bagian dari iman dan rasa malu, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

“Malu itu tidak datang kecuali membawa kebaikan.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Tidak Menghadap atau Membelakangi Kiblat

Salah satu larangan penting dalam adab buang hajat adalah tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat saat buang air besar maupun kecil. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلَا تَسْتَدْبِرُوْهَا بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ
“Janganlah kalian menghadap ke arah kiblat dan jangan pula membelakanginya saat buang air besar atau air kecil.”
(Muttafaq ‘alaih: HR. al-Bukhari, no. 144; Muslim, no. 264)

Kiblat adalah arah yang dimuliakan karena menjadi simbol persatuan umat Islam dalam shalat. Maka, menghadapkan diri ke arah kiblat dalam keadaan tidak suci dianggap tidak sopan dan tidak menghormati arah ibadah.

Namun, para ulama membedakan antara tempat terbuka dan tempat tertutup. Dalam ruangan tertutup (seperti toilet modern), sebagian ulama membolehkan karena tidak ada penghinaan langsung terhadap arah kiblat. Meski demikian, tetap lebih baik menjauhi arah kiblat sebagai bentuk kehati-hatian.

6. Tidak Buang Hajat di Tempat Umum atau yang Diperlukan Orang Lain

Adab berikutnya adalah larangan buang hajat di tempat yang dapat mengganggu orang lain, seperti di jalan, di tempat berteduh, atau di sumber air. Rasulullah ﷺ bersabda:

اِتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَالظِّلِّ
“Jauhilah tiga perbuatan terlaknat: buang air besar di tempat mengalirnya air, di tengah jalan, dan di tempat berteduh.”
(HR. al-Hakim, 1/76, dengan sanad shahih)

Hadits ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan kebersihan pribadi, tetapi juga etika sosial dan lingkungan. Orang yang buang hajat sembarangan telah menyakiti sesama, menimbulkan najis di tempat umum, dan bisa menjadi penyebab penyakit.

Rasulullah ﷺ bahkan melarang buang air di bawah pohon yang berbuah, karena dapat mencemari makanan manusia dan hewan. Larangan ini menunjukkan betapa Islam peduli terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan.

7. Tidak Berbicara Saat Buang Hajat

Adab terakhir yang disebutkan dalam bagian ini adalah tidak berbicara ketika sedang buang hajat. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا تَغَوَّطَ الرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ، وَلَا يَتَحَدَّثَانِ فَإِنَّ اللّٰهَ يَمْقُتُ عَلَى ذٰلِكَ
“Jika dua orang laki-laki sedang buang air besar, maka hendaklah mereka saling membelakangi dan tidak saling berbicara, karena sesungguhnya Allah membenci hal itu.”
(HR. Abu Dawud)

Larangan ini bukan hanya soal kesopanan, tetapi juga menjaga kekhusyukan dan adab terhadap Allah. Tempat buang hajat adalah tempat yang tidak suci, sehingga tidak layak digunakan untuk percakapan, terutama yang mengandung nama Allah atau urusan duniawi.

Dalam konteks modern, adab ini juga dapat diartikan dengan tidak berbicara lewat telepon atau mengirim pesan ketika sedang di toilet — hal yang kini sayangnya sering diabaikan.

Nilai-nilai Moral di Balik Adab Buang Hajat

Jika diperhatikan, setiap adab di atas bukan sekadar aturan teknis, tetapi memiliki nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam:

  1. Menjaga kehormatan diri – dengan menutupi aurat dan menjauh dari pandangan orang lain.

  2. Menghormati Allah dan hal-hal suci – dengan tidak membawa nama Allah ke tempat yang kotor.

  3. Menanamkan rasa malu dan sopan santun – karena malu adalah bagian dari iman.

  4. Menjaga kebersihan dan lingkungan – agar tidak mengganggu sesama manusia.

  5. Menjaga kesadaran spiritual – melalui doa dan sikap hati-hati terhadap arah kiblat.

Etika ini membentuk karakter muslim yang bersih, sopan, beradab, dan sadar akan hubungannya dengan Allah dalam setiap aspek kehidupan — bahkan dalam hal yang paling pribadi sekalipun.

Penutup

Etika buang hajat merupakan bagian kecil dari syariat Islam yang menunjukkan betapa sempurnanya ajaran Islam. Ia tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengajarkan akhlak, kebersihan, dan tanggung jawab sosial.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan contoh terbaik tentang bagaimana seorang muslim menjaga kesucian lahir dan batin, termasuk dalam urusan buang hajat. Dengan mengamalkan adab-adab ini, seorang muslim tidak hanya menjaga dirinya dari najis dan gangguan, tetapi juga meneladani sifat thaharah (bersih) dan haya’ (malu) yang merupakan bagian dari iman.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan, bersih dan mencintai kebersihan.”
(HR. at-Tirmidzi)

Maka, menjaga adab buang hajat bukan sekadar kebiasaan, tetapi bentuk ketaatan, kebersihan, dan penghormatan kepada Allah yang Maha Suci.

Referensi:

  • Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim: Konsep Hidup Ideal dalam Islam, Darul Haq, Jakarta, Cet. VIII, Rabi’ul Awal 1434 H / Januari 2013.

  • HR. Abu Dawud, no. 2; at-Tirmidzi, no. 20; HR. al-Bukhari, no. 142, 144; Muslim, no. 264; al-Hakim, 1/76.

About admin

Check Also

Mengusap Khuffain dalam Islam: Keringanan yang Diberikan Syariat bagi Kaum Muslimin

Mengusap Khuffain dalam Islam: Keringanan yang Diberikan Syariat bagi Kaum Muslimin

Mengusap Khuffain dalam Islam: Keringanan yang Diberikan Syariat bagi Kaum Muslimin – Dalam kehidupan sehari-hari, setiap …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Logo Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya | Selamat Datang di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Desa Gunajaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya