Download Terjemah Al-Aqidah al-Tahawiyah karya Imam al-Tahawi: Pilar Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah – Dalam sejarah perkembangan ilmu kalam dan aqidah Islam, Al-‘Aqidah al-Tahawiyah merupakan salah satu karya monumental yang memiliki kedudukan penting di kalangan umat Islam, khususnya Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar bernama Imam Abu Ja‘far Ahmad bin Muhammad bin Salamah al-Azdi al-Tahawi (239–321 H), yang dikenal sebagai salah satu figur terkemuka dalam madzhab Hanafi dan sebagai pembela prinsip-prinsip akidah Islam yang lurus dan moderat.
Al-‘Aqidah al-Tahawiyah berisi penjelasan singkat namun padat tentang dasar-dasar keimanan Islam sebagaimana dipahami oleh generasi awal umat Islam (salafus shalih). Karya ini tidak hanya menjadi referensi teologis, tetapi juga menjadi titik temu antara ulama dari berbagai madzhab yang ingin menjaga kemurnian ajaran Islam dari pengaruh pemikiran ekstrem dan penyimpangan teologis.
Latar Belakang Penulisan
Imam al-Tahawi hidup pada masa di mana perdebatan teologis sangat marak di dunia Islam. Berbagai aliran kalam seperti Mu‘tazilah, Jahmiyyah, Khawarij, dan Rafidhah muncul dengan pandangan-pandangan yang berbeda tentang hakikat iman, sifat-sifat Allah, dan masalah takdir. Dalam kondisi demikian, Imam al-Tahawi merasa perlu menegaskan kembali prinsip-prinsip akidah Islam yang benar berdasarkan pemahaman para ulama terdahulu.
Sebagai seorang ulama yang berasal dari Mesir dan bermazhab Hanafi, Imam al-Tahawi menulis kitab ini untuk menjelaskan akidah para ulama madzhab Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani. Ia menyusun kitab ini dalam bentuk ringkasan yang tidak panjang, namun kaya dengan makna dan ketegasan.
Kitab ini kemudian dikenal dengan nama Al-‘Aqidah al-Tahawiyah atau Bayan ‘Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama‘ah ‘ala Madzhab Fuqaha’ al-Millah, yang berarti “Penjelasan Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah Menurut Madzhab Para Fuqaha Umat Islam.”
Biografi Singkat Imam al-Tahawi
Nama lengkapnya adalah Abu Ja‘far Ahmad bin Muhammad bin Salamah al-Azdi al-Tahawi al-Mishri. Ia lahir di desa Taha di Mesir Hulu pada tahun 239 H (853 M). Dari nama desanya inilah muncul julukan al-Tahawi. Ia tumbuh dalam keluarga ilmuwan; pamannya adalah Imam al-Muzani, murid senior Imam asy-Syafi‘i.
Awalnya, al-Tahawi belajar kepada pamannya al-Muzani dan mengikuti madzhab Syafi‘i. Namun setelah dewasa, ia lebih cenderung kepada madzhab Hanafi karena menemukan kecocokan metodologis dalam istinbat hukum dan keluasan nalar yang ditawarkan oleh madzhab tersebut. Meskipun demikian, al-Tahawi tetap menghormati seluruh madzhab dan dikenal sangat toleran terhadap perbedaan pandangan.
Imam al-Tahawi adalah seorang ahli fikih, ahli hadis, dan teolog yang sangat produktif. Selain Al-‘Aqidah al-Tahawiyah, ia menulis banyak karya di bidang hadis dan fikih, seperti Syarh Ma‘ani al-Atsar dan Mushkil al-Atsar. Ia wafat di Fusthath, Mesir, pada tahun 321 H (933 M).
Struktur dan Kandungan Kitab Al-‘Aqidah al-Tahawiyah
Kitab ini terdiri dari sekitar 105 pasal singkat yang membahas berbagai aspek akidah Islam secara sistematis. Imam al-Tahawi tidak membagi kitabnya dalam bab-bab formal seperti dalam karya-karya teologi modern, tetapi menyusun pernyataan-pernyataan keyakinan dalam bentuk nash atau deklarasi keimanan yang saling berkesinambungan.
Beberapa pokok bahasan utama dalam Al-‘Aqidah al-Tahawiyah antara lain:
Keimanan kepada Allah
Imam al-Tahawi menegaskan bahwa Allah adalah Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tidak serupa dengan makhluk, dan tidak dapat dicapai oleh akal atau pancaindra. Ia menolak segala bentuk tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk) maupun ta‘thil (penolakan terhadap sifat-sifat Allah).“Barang siapa menggambarkan Allah dengan makna dari makhluk-Nya, maka ia telah kafir.”
Sifat-Sifat Allah
Dalam kitab ini dijelaskan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa menambah dan menguranginya, serta tanpa menanyakan “bagaimana” (bila kaifa). Imam al-Tahawi mengambil posisi tengah antara dua ekstrem: Mu‘tazilah yang menolak sebagian sifat Allah dan Musyabbihah yang menyerupakan Allah dengan makhluk.Al-Qur’an sebagai Kalamullah
Imam al-Tahawi menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang qadim, bukan makhluk. Pandangan ini menjadi ciri khas akidah Ahlus Sunnah dan menentang pandangan Mu‘tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk yang diciptakan.Takdir dan Qadar
Ia menjelaskan bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah. Namun manusia tetap memiliki kemampuan untuk berbuat dan bertanggung jawab atas amalnya. Penjelasan ini menegaskan keseimbangan antara kekuasaan mutlak Allah dan tanggung jawab manusia.“Segala sesuatu berjalan dengan takdir dan kehendak Allah. Kehendak makhluk tidak melampaui kehendak Allah.”
Iman dan Islam
Iman menurut al-Tahawi adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Ia menolak pandangan Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar, dan juga menolak pandangan Murji’ah yang memisahkan iman dari amal.Nabi dan Rasul
Ia menegaskan bahwa seluruh nabi adalah benar, dan Muhammad ﷺ adalah penutup para nabi. Barang siapa meyakini adanya nabi setelah beliau, maka ia telah keluar dari Islam.Hari Akhir dan Kehidupan Setelah Mati
Imam al-Tahawi menegaskan keimanan kepada azab kubur, nikmat kubur, kebangkitan, hisab, mizan, shirath, surga, dan neraka. Semua ini merupakan bagian dari keimanan yang wajib diyakini tanpa ta’wil atau penolakan.Imamah dan Kepemimpinan
Ia menyatakan bahwa kaum muslimin wajib mengakui kepemimpinan para khalifah yang sah, dan tidak boleh memberontak selama mereka tidak menampakkan kekufuran yang nyata. Ini menunjukkan posisi moderat al-Tahawi dalam urusan politik keagamaan.
Metode Penulisan dan Pendekatan Teologis
Salah satu keistimewaan Al-‘Aqidah al-Tahawiyah adalah gayanya yang ringkas namun tegas, serta tidak menggunakan perdebatan filosofis yang rumit. Imam al-Tahawi menulis dengan pendekatan naqli (tekstual) yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga mempertimbangkan ‘aqli (rasional) dalam batas yang dibenarkan syariat.
Ia tidak memaksakan argumentasi logika seperti kalangan Mu‘tazilah, tetapi juga tidak menolak penggunaan akal secara mutlak. Pendekatan seperti ini menjadikan Al-‘Aqidah al-Tahawiyah diterima luas oleh berbagai kalangan—baik ahli hadis, ahli fikih, maupun teolog Ahlus Sunnah dari madzhab Asy‘ari dan Maturidi.
Kitab ini menjadi bukti bahwa Islam dapat memadukan antara dalil naqli dan dalil ‘aqli dalam bingkai keseimbangan yang harmonis.
Kedudukan dan Pengaruh Al-‘Aqidah al-Tahawiyah
Sejak ditulis, Al-‘Aqidah al-Tahawiyah telah menjadi rujukan utama bagi para ulama dan lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia. Banyak ulama besar yang menulis syarah (penjelasan) terhadap kitab ini, di antaranya:
Syarh al-‘Aqidah al-Tahawiyah karya Ibn Abi al-‘Izz al-Hanafi, yang merupakan syarah paling populer dan mendalam, disertai argumentasi Al-Qur’an, hadis, dan penjelasan rasional.
Tawdih al-Maqasid karya Syaikh Ibrahim al-Laqqani.
Al-‘Aqidah al-Tahawiyah bi Syarh al-Qari karya Ali al-Qari.
Beberapa ulama kontemporer seperti Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin dan Syaikh Shalih al-Fauzan juga memberikan komentar terhadap isi kitab ini.
Kitab ini menjadi kurikulum dasar dalam pengajaran akidah di berbagai madrasah, pesantren, dan universitas Islam di dunia, termasuk di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Dalam banyak lembaga Islam, Al-‘Aqidah al-Tahawiyah dianggap sebagai teks klasik yang wajib dipelajari sebelum mendalami kitab teologi yang lebih kompleks seperti Al-Mawaqif atau Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad.
Karakteristik Akidah dalam Al-‘Aqidah al-Tahawiyah
Beberapa karakter utama ajaran akidah yang tertuang dalam kitab ini antara lain:
Kesederhanaan dan Ketegasan
Imam al-Tahawi menyampaikan prinsip-prinsip akidah tanpa menggunakan istilah filosofis yang rumit. Bahasanya sederhana, tetapi maknanya dalam dan tegas.Moderasi dan Keseimbangan
Ia menjaga posisi tengah antara dua ekstrem dalam berbagai masalah teologis. Misalnya, dalam masalah sifat Allah, ia menolak baik tasybih maupun ta‘thil; dalam masalah iman, ia menolak pandangan Khawarij dan Murji’ah.Bersumber dari Dalil Naqli yang Kuat
Setiap pernyataan akidahnya berakar dari Al-Qur’an dan hadis, serta sesuai dengan pemahaman sahabat dan tabi‘in.Menolak Bid‘ah dan Penyimpangan
Imam al-Tahawi menegaskan bahaya mengikuti pemikiran bid‘ah yang muncul dari hawa nafsu dan spekulasi rasional tanpa dasar wahyu.Mengutamakan Persatuan Umat
Kitab ini mendorong umat Islam untuk bersatu dalam pokok-pokok akidah dan tidak mudah mengkafirkan sesama muslim karena perbedaan cabang atau penafsiran yang tidak prinsipil.
Relevansi Al-‘Aqidah al-Tahawiyah di Era Modern
Dalam konteks kehidupan umat Islam modern, Al-‘Aqidah al-Tahawiyah tetap memiliki relevansi yang sangat tinggi. Di tengah munculnya berbagai ideologi dan aliran pemikiran kontemporer—baik yang bersifat liberal maupun ekstrem—kitab ini menjadi penuntun bagi umat Islam untuk kembali kepada akidah yang murni.
Beberapa alasan mengapa kitab ini tetap relevan antara lain:
Sebagai landasan teologis yang kokoh
Di era yang sarat dengan relativisme dan sekularisme, Al-‘Aqidah al-Tahawiyah mengajarkan prinsip keimanan yang pasti dan tidak goyah oleh perubahan zaman.Sebagai panduan moderasi beragama
Kitab ini menjadi rujukan untuk memahami Islam secara seimbang, tanpa fanatisme buta atau penolakan terhadap dalil naqli.Sebagai sarana pendidikan akidah bagi generasi muda
Kesederhanaan gaya bahasanya menjadikan kitab ini mudah diajarkan di pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi.Sebagai penguat identitas Ahlus Sunnah wal Jama‘ah
Di tengah derasnya arus globalisasi pemikiran, kitab ini memperkuat pemahaman akidah yang lurus sebagaimana diwariskan oleh ulama salaf.
Kesimpulan
Al-‘Aqidah al-Tahawiyah karya Imam al-Tahawi merupakan salah satu karya teologis paling penting dalam khazanah Islam. Ia menjadi cermin dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah yang seimbang, tekstual, dan rasional dalam batas syariat. Imam al-Tahawi berhasil merumuskan prinsip-prinsip dasar iman dengan bahasa yang sederhana namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa.
Selama lebih dari seribu tahun, kitab ini terus menjadi pedoman bagi umat Islam dalam memahami ajaran akidah yang benar dan menjauhi penyimpangan. Keberadaannya meneguhkan bahwa Islam adalah agama yang berdiri di atas fondasi tauhid, moderasi, dan persatuan umat.