Hukum Susu dan Liur Hewan dalam Islam Menurut Ulama – Dalam ajaran Islam, masalah kesucian dan kenajisan suatu benda memiliki pengaruh besar terhadap ibadah seorang muslim, terutama yang berkaitan dengan thaharah (bersuci). Dua hal yang sering menjadi pembahasan ulama dalam kaitan ini adalah susu dan liur hewan. Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ menjelaskan secara rinci jenis-jenis susu dan hukum liur hewan berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para imam mazhab.
Artikel ini akan membahas secara mendalam empat macam susu yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi, serta pandangan para ulama tentang hukum liur hewan dalam Islam.
Empat Macam Susu Menurut Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ menjelaskan bahwa susu terbagi menjadi empat macam berdasarkan jenis hewan penghasilnya. Pembagian ini penting karena tidak semua susu memiliki hukum yang sama dalam hal kesucian dan kebolehannya untuk dikonsumsi.
1. Susu Hewan yang Halal Dagingnya
Susu dari hewan yang halal dagingnya, seperti unta, sapi, domba, kambing, dan kuda, dinyatakan suci dan halal untuk diminum. Hal ini didasarkan pada dalil Al-Qur’an dan hadits shahih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An-Nahl: 66)
Ayat ini menegaskan bahwa susu merupakan minuman suci dan bersih yang Allah jadikan sebagai nikmat bagi manusia.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah memerintahkan orang-orang dari kabilah Uraniyin untuk meminum susu unta. Hadits ini menunjukkan bahwa susu unta adalah minuman yang suci dan bermanfaat. Bahkan Nabi sendiri dan para sahabat sering meminumnya. Maka dari itu, para ulama sepakat bahwa susu dari hewan yang halal dagingnya hukumnya suci dan boleh dikonsumsi tanpa keraguan.
2. Susu Anjing dan Babi
Jenis kedua adalah susu anjing, babi, atau yang lahir dari salah satu atau keduanya, seperti hasil kawin silang antara hewan suci dan hewan najis. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa susu jenis ini najis berdasarkan kesepakatan para ulama.
Sebab, kedua hewan tersebut termasuk hewan yang najis, baik daging, air liur, maupun tubuhnya. Maka secara logis, susu yang keluar dari tubuhnya juga najis. Pendapat ini bersifat ijma’ (kesepakatan ulama), tidak ada perbedaan di antara imam empat mazhab.
3. Susu Ibu (Air Susu Manusia)
Masalah susu manusia sempat menjadi perdebatan di kalangan sebagian ulama terdahulu. Al-Anmathi Abu al-Qasim Usman bin Sa’id bin Basysyar (ulama madzhab Syafi’i, wafat 280 H) pernah berpendapat bahwa air susu manusia adalah najis, namun boleh diminum oleh bayi karena darurat.
Akan tetapi, Imam an-Nawawi dengan tegas menolak pendapat ini. Beliau menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah kesalahan besar dan tidak berdasar. Menurut beliau, air susu ibu adalah suci, bahkan merupakan sumber gizi dan rahmat bagi manusia.
Imam an-Nawawi mengemukakan argumen rasional dan syar’i:
Jika ASI dianggap najis, maka bagaimana mungkin Allah memerintahkan para ibu untuk menyusui anak-anaknya selama dua tahun sebagaimana dalam Al-Qur’an?
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Dari sini jelas bahwa ASI adalah suci, karena manusia hidup dan tumbuh dari sesuatu yang bersih dan halal. Menyebut ASI najis berarti menodai kemuliaan manusia yang diciptakan Allah dalam keadaan suci. Maka pendapat yang mengatakan ASI najis adalah pendapat yang lemah dan tertolak.
4. Susu Hewan yang Tidak Halal Dimakan Dagingnya
Jenis keempat adalah susu dari hewan yang tidak halal dimakan dagingnya, seperti singa, serigala, harimau, keledai, dan binatang buas bertaring lainnya.
Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat:
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa susu hewan-hewan ini suci, karena hewan tersebut dihukumi suci selama masih hidup, sehingga susunya pun ikut suci.
Sementara Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa susu hewan-hewan ini najis, sebab hukumnya diqiyaskan dengan dagingnya. Jika daging hewan tersebut haram dan dianggap najis, maka susunya pun demikian.
Perbedaan ini menunjukkan keluasan pandangan dalam fikih Islam. Namun, pendapat jumhur (mayoritas) ulama cenderung menganggap susu hewan yang haram dimakan adalah najis, karena mengikuti kaidah “susu mengikuti hukum dagingnya.”
Hukum Liur Hewan dalam Islam
Selain susu, para ulama juga membahas hukum liur (air ludah) hewan. Apakah liur hewan termasuk najis atau suci? Masalah ini menjadi penting karena seringkali hewan hidup di sekitar manusia dan berinteraksi dengan peralatan atau tempat manusia.
1. Pendapat Ulama tentang Liur Hewan
Pendapat yang rajih (paling kuat) dalam masalah ini adalah bahwa liur semua hewan suci, kecuali anjing dan babi. Inilah pendapat yang dipegang oleh Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ berkata:
“Madzhab kami bahwa sisa minum kucing adalah suci dan tidak makruh, begitu pula sisa minum semua hewan: kuda, baghl, keledai, binatang buas, tikus, ular, cicak, dan hewan-hewan lainnya, baik yang dimakan dagingnya atau tidak. Sisa minum dan keringat semua hewan tersebut adalah suci, tidak makruh, kecuali anjing, babi, dan yang lahir dari salah satu di antara keduanya.”
2. Dalil dan Penjelasan Ulama
Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menjelaskan bahwa baghl dan keledai tidak najis, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menungganginya. Seandainya keduanya najis, tentu Rasulullah akan melarang atau menjelaskan kepada para sahabat. Dan menunda penjelasan tentang hukum syariat tidak diperbolehkan.
Dalil lain yang mendukung kesucian liur hewan selain anjing dan babi adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kucing:
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
“Sesungguhnya ia (kucing) tidak najis, karena ia termasuk hewan yang sering berada di sekelilingmu.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi; dishahihkan oleh al-Bukhari, an-Nawawi, dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa kucing adalah hewan suci, meskipun sering berinteraksi dengan manusia. Rasulullah bahkan menyebut kucing sebagai “hewan yang berkeliling di sekitarmu”, yakni hewan yang sulit dihindari keberadaannya. Kaidah ini berlaku juga untuk hewan lain yang hidup di sekitar manusia seperti burung, ayam, atau keledai.
3. Kaidah Umum Kesucian
Dalam kaidah fikih, dinyatakan bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci sampai ada dalil yang menunjukkan kenajisannya (al-ashlu fil asy-yaa’ ath-thaharah). Berdasarkan kaidah ini, semua hewan pada dasarnya suci, kecuali yang telah dinyatakan najis oleh dalil yang tegas, seperti anjing dan babi.
4. Pendapat Ulama Kontemporer
Para ulama masa kini juga mendukung pendapat bahwa liur hewan selain anjing dan babi adalah suci. Di antaranya:
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syaikh Ibrahim bin Abdurrahman
Mereka semua menegaskan bahwa tidak ada dalil yang sahih menunjukkan kenajisan liur hewan selain dua hewan tersebut.
Dalam Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (Fatwa No. 8052), ketika ditanya tentang hukum sisa minum baghl, keledai, binatang buas, dan burung pemangsa, para ulama menjawab:
“Yang rajih adalah sucinya sisa minum baghl, keledai, binatang buas seperti serigala, macan, singa, dan burung pemangsa seperti elang dan rajawali. Inilah pendapat yang shahih menurut Abu Muhammad Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, dan selaras dengan dalil-dalil syar’i.”
Kesimpulan
Dari penjelasan para ulama dan dalil-dalil yang sahih, dapat disimpulkan beberapa hukum penting:
Susu hewan yang halal dagingnya (unta, sapi, kambing, domba, kuda, dll) adalah suci dan halal diminum.
Susu anjing, babi, dan hasil persilangannya adalah najis berdasarkan ijma’ ulama.
Air susu manusia (ASI) adalah suci dan mulia, karena menjadi sumber kehidupan bagi bayi dan diperintahkan oleh Allah untuk diberikan selama dua tahun.
Susu hewan yang haram dimakan dagingnya (seperti singa, keledai, atau binatang buas bertaring) diperselisihkan ulama, namun pendapat yang kuat menyatakan najis karena mengikuti hukum dagingnya.
Liur hewan pada dasarnya suci kecuali anjing dan babi, sesuai dengan pendapat mayoritas ulama dan dalil shahih dari hadits Nabi.
Kaidah umum: pada dasarnya segala sesuatu adalah suci hingga ada dalil yang menunjukkan kenajisannya.
Dengan memahami hukum-hukum ini, seorang muslim dapat lebih berhati-hati dalam menjaga kebersihan diri, pakaian, dan ibadahnya, tanpa berlebihan dan tanpa menyulitkan diri. Islam adalah agama yang memuliakan manusia dengan kemudahan dan keseimbangan antara kebersihan lahir dan batin.
Referensi:
An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
Ibnu Qudamah, al-Mughni
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, Fatwa No. 8052
Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 66 dan Al-Baqarah ayat 233
Hadits riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Bukhari
Pondok Pesantren Husnul Khotimah Sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya 
