Fasal 27 : Syarat Takbiratul Ihram
(فصل) شروط تكبيرة الإحرام : ستة عشرة أن تقع حالة القيام في الفرض وأن تكون بالعربيه وأن تكون بلفظ الجلالة وبلفظ أكبر والترتيب بين اللفظتين وأن لايمد همزة الجلالة وعدم مد باء أكبر وأن لا يشدد الباء وأن لايزيد واواً ساكنة أو متحركة بين الكلمتين ، وأن لايزيد واوا قبل الجلالة وأن لايقف بين كلمتي التكبير وقفة طويلة ولا قصيرة ، وأن يسمع نفسة جميع حروفها ودخول الوقت في المؤقت وإيقاعها حال الإستقبال وأن لا يخل بحرف من حروفها وتأخير تكبيرة المأموم عن تكبيرة الإمام.
Syuruuthu Takbiirotil Ihroomi Sittata ‘Asyaro : An Taqo’a Haalatal Qiyaami Fil Fardhi , Wa An Takuuna Bil ‘Arobiyyati , Wa An Takuuna Bilafzhil Jalaalati Wabilafzhi Akbaru , Wattartiibu Bainallafzhoini , Wa An Laa Yamudda Hamzatal Jalaalati ,Wa ‘Adamu Maddi Baa-i Akbaru , Wa An Laa Yusyaddidal Baa-a , Wa An Laa Yaziida Waawan Saakinatan Aw Mutaharrikatan Bainal Kalimataini , Wa An Laa Yaziida Waawan Qoblal Jalaalati , Wa An Laa Yaqifa Baina Kalimataittakbiiri Waqfatan Thowiilatan Walaa Qoshiirotan , Wa An Yusmi’a Nafsahu Jamii’a Huruufiha Wadukhuulul Waqti Fil Muwaqqoti Wa Iiqoo’uhaa Haalal Istiqbaali , Wa An Laa Yukhilla Biharfin Min Huruufihaa , Wata’khiiru Takbiirotil Ma’muumi ‘An Takbiirotil Imaami .
Cara Membaca/Memaknai dalam Bahasa Jawa :
FASLUN “Utawi ikilah fasal” SYURUUTHU TAKBIIROTIL IHROOMI Iku SITTATA ‘ASYARO ANGTAQO’A “sewiji iku arep tumiba takbir” HAALATAL QIYAAMI “Ing dalem tingkah ngadeg” FIL FARDHI “Ing dalem sholat fardhu” WAINGTAKUUNA “Lan nyenta ana opo takbir” BIL ‘AROBIYYATI “kelawan bahasa Arab” WAINGTAKUUNA “Lan nyenta ana opo takbir” Iku BILAFDZHILJALALAATI “kelawan lafadz Jalalah” WABILAFDZHI AKBARU “Lan kelawan lafadz Akbar” WATTARTIIBU “Lan urut-urut” BAYNALLAFDZHOYNI “Ing antarane lafadz loro” WA ALLAAYUMIDDA “Lan nyenta ora kena ndawakaken sopo wong” HAMZATAL JALALAATI “Ing Hamzah e lafadz Jalalah” WA’ADAMU MADDI “Lan nyenta oke kena ndawakaken” BAAI AKBARU “Ing Ba ne lafadz Akbar”WA ALLAAYUSYADDIDA “Lan nyenta ora kena nasyjidaken sopo wong” ALBAA A “Ing Ba ne lafadz Akbar” WA ALLAAYAZIIDA “Lan nyenta ora kena muwuhi sopo wong” WAAWAN “Ing Wawo” SAAKINATAN “kang mati” AW MUTAHARRIKATAN “Atawa Wawo kang Urip” BAYNAL KALIMATAYNI “Ing dalem antarane kalimat loro” WA ALLAAYAZIIDA “Lan nyenta ora kena nambahi sopo wong” WAAWAN “Ing Wawo” QOBLAL JALALAATI “sedurunge lafadz Jalalah” WA ALLAAYAQIFA “Lan nyenta ora kena mandeg sopo wong” BAYNA KALIMATAYITTAKBIIRI “Ing antarane kalimat lorone takbir” WAQFATAN THOWIILATAN “kelawan mandeg kang sue” WA LAA QOSHIIROTAN “Lan ora kena mandeg kang sedelat” WA AYYASMA ‘A “Lan nyenta ngrungu Aken sopo wong” NAFSAHU “Ing awak deweke wong JAMII ‘A HURUUFIHA “Ing sekabehane piro2 hurufe takbir” WADUKHUULUL WAQTI “Lan manjing waktu” FIL MUAQQOTI “Ing dalem sholat kang den waktu-waktu” WA IIQOO ‘UHAA “Lan tumibaaken opo takbir” HAALAL ISTIQBAALI “Ing dalem tingkah madep kiblat” WA ALLAAYUKHILLA “Lan ora kena nekadaken sopo wong” BIHARFIN “kelawan sehuruf” MIN HURUU FIHAA “setengah saking piro-piro hurufe takbir” WATA’KHIIRU TAKBIIROTUL MA’MUUMI “Lan ngakhiraken takbire makmum” ‘AN TAKBIIROTILIMAAMI “saking takbire imam”
Arti/Makna dalam Bahasa Indonesia :
Syarat-syarat takbirotul ihrom yaitu 16 : bahwa jatuhnya takbirotul ihrom pada ketika berdiri pada fardhu , dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan bahasa Arab , dan bahwa takbirotul ihrom itu dengan lafaz Allah dan lafaz Akbar , dan tertib antara 2 lafaz , dan bahwa tidak memanjangkan huruf hamzah lafaz Allah , dan tidak memanjangkan huruf ba pada lafaz Akbar , dan bahwa tidak mentasydidkan huruf ba , dan bahwa tidak menambah huruf wawu yg mati atau yg berharokat antara2 kalimat , dan bahwa tidak menambah huruf wawu sebelum lafaz Allah , dan bahwa tidak berhenti antara 2 kalimat takbir dengan berhenti yg panjang , dan tidak pula yg pendek , dan bahwa ia memperdengarkan dirinya akan seluruh huruf-huruf Allahu Akbar , dan masuk waktu pada sholat yg ditentukan waktunya , dan menjatuhkan takbirotul ihrom ketika menghadap kiblat, dan bahwa mencampur dengan satu huruf daripada huruf-huruf takbir, mengakhirkan takbir ma’mum daripada takbir imam .
Syarh atau Keterangan Kitab Safinatun Naja
Telah dibahas sebelumnya bahwa disebut takbiratul ihram karena mengharamkan segala sesuatu yang sebelumnya halal dan boleh dikerjakan. Takbiratul ihram memiliki beberapa syarat yang harus terpenuhi. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah. Adapun syarat takbiratul ihram ada 16, yaitu :
*Pertama, dikumandangkan/dilafadzkan pada saat berdiri tegak dan tetap pada saat harus dikumandangkan. Dalam shalat fardhu diwajibkan untuk berdiri bagi yang mampu, sehingga dalam mengerjakan takbiratul ihram disyaratkan harus ketika berdiri. Sedang dalam pelaksanaan shalat sunnah tidak disyaratkan harus berdiri, sehingga dalam melaksanakan takbiratul ihram juga tidak harus dalam keadaan berdiri tetapi disesuaikan dengan shalat yang dilakukan. Jika dalam shalat sunnah dengan duduk maka takbiratul ihram dilakukan dengan duduk juga, begitu juga ketika shalat sunnah dilakukan dengan tidur miring.
Adapun orang yang tidak mampu berdiri dalam shalat fardhu, maka takbiratul ihram dilakukan sesuai shalat yang dilakukan.
*Kedua, dikumandangkan atau diucapan takbir itu dengan menggunakan bahasa Arab bagi yang mampu. Jika ada seseorang yang tidak mampu takbir dengan menggunakan bahasa Arab, maka diperbolehkan dengan menggunakan bahasa negaranya sebagai terjemahan dari takbir.
*Ketiga, harus dengan kalimat jalalah, yaitu kalimat “Allah” (الله) seperti biasa dikumandangkan dengan Allahu Akbar. Dengan demikian tidak sah jika diganti dengan semisal kalimat Ar-rahmanu Akbar, atau yang lainnya.
*Keempat, harus menggunakan kalimat Allahu Akbar (Allah maha besar). Dengan demikian tidak sah jika diganti dengan menggunakan kalimat Allahu kabir (Allah besar), sebab akan menghilangkan keagungan dan kebesaran-Nya.
*Kelima, kedua kalimat Allah dan Akbar harus diucapkan secara tartib, tidak boleh disela-selai dengan kalimat lain atau berdiam cukup lama.
*Keenam, tidak boleh membaca panjang huruf hamzah dari kalimat jalalah. Sebab akan merubah kedudukan kalimat dan akan merubah makna, yang tadinya Allah menjadi kalimat pertanyaan atau istifham. Contohnya, Aallaahu Akbar. Yang seharusnya Allaahu Akbar.
*Ketujuh, tidak boleh membaca panjang huruf Ba kalimat Akbar. Jika dibaca panjang huruf ba’ yang ada pada kalimat Akbar, maka shalatnya tidak sah. Sebab jika dibaca panjang, akan merubah muatan maknanya. Yaitu jika hamzahnya dibaca fathah, maka akbar yang ba’-nya dibaca panjang bermakna salah satu nama kendang besar; dan jika hamzahnya dibaca kasrah, maka berarti mengandung makna salah satu nama bagi nama-nama haidl.
*Kedelapan, tidak boleh membaca tasydidh huruf ba’ kalimat Akbar. Jika dibaca tasydidh maka shalatnya tidak sah. Contohnya, Allahuakbbar. Itu tidak boleh.
*Kesembilan, tidak boleh menambahkan huruf wawu baik berharakat atau tidak di antara kedua kalimat antara kalimat Allah dan Akbar. Jika ditambahi, semisal Allah wa Akbar, maka shalatnya tidak sah.
*Kesepuluh, tidak boleh menambahkan huruf wawu sebelum kalimat jalalah, yaitu Allah. Jika ditambahkan huruf Wawu sebelum kalimat Allah, menjadi Wa Allahu Akbar, maka shalatnya tidak sah.
*Kesebelas, tidak boleh berhenti cukup lama atau sebentar di antara kedua kalimat Allah dan Akbar. Namun tidak menjadi soal jika hendak menambahkan huruf AL ta’rif pada kalimat Akbar, menjadi dibaca Allahu Al-Akbar, maka tidah membatalkan shalat.
*Kedua belas. Membaca seluruh huruf-huruf kalimat yang dikumandangkan harus dapat didengar oleh telinganya sendiri. Hal ini jika pendengarannya sehat, tidak dalam kondisi sakit telinga, dan tidak ada suara bising atau gaduh yang dapat menenggelamkan suaranya. Jika ada gangguan dalam kupingnya atau ada suara gaduh dan bising, maka harus menaikkan volume suaranya tinggi-tinggi agar dapat didengar oleh kupingnya sendiri. Jika seseorang gagu maka cukup dengan menggerakkan bibir dan mulutnya.
*Ketiga belas, harus memasuki waktu shalat bagi shalat fardhu yang lima waktu, dan bagi shalat sunnah yang ditentukan waktunya.
*Keempat belas, membaca takbiratul ihram harus menghadap Kiblat.
*Kelima belas, tidak boleh merusak salah satu huruf yang terdapat dalam kalimat takbiratul Ihram.
*Keenam belas, mengakhirkan takbirnya makmum dari takbirnya imam pada saat shalat berjamaah. Jika takbir makmum dan imam bersamaan atau takbir makmum mendahului dari takbirnya imam maka shalatnya tidak sah. Jika sholat berjamaah.