Fasal 26 : Niat Sholat Fardhu, Sunnah, dan Mutlak
(فصل) النيه ثلاث درجات : إن كانت الصلاة فرضا
وجب قصد الفعل والتعيين والفرضية
وإن كانت نافلة مؤقتة كراتبة او ذات سبب وجب قصد الفعل والتعيين ، وان كانت نافلة مطلقة وجب قصد الفعل فقط. الفعل :أصلي والتعيين: ظهرا أو عصرا و الفرضية : فرضا
Anniyyatu Tsalaatsu Darojaatin , In Kaanatishsolaatu Fardhon Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu Wal Fardhiyyatu ,
Wain Kaanat Naafilatan Muaqqotatan Aw Dzata Sababin Wajaba Qoshdul Fi’li Watta’yiinu , Wain Kaanat Naafilatan Muthlaqon Wajaba Qoshdul Fi’li Faqoth .Al-Fi’lu Usholli , Watta’yiinu Zhuhron Aw ‘Ashron , Wal Fardhiyyatu Fardhon.
Cara Membaca/Memaknai dalam Bahasa Jawa :
FASLUN “Utawi ikilah fasal” ANNIYYATU “Utawi kang Aran niyat” Iku TSALAATSU DAROJAATIN “telu piro-piro derajat” INGKAANAT “lamun ana” Opo ASHSHOLAATU “sholat” Iku FARDHON “fardhu” WAJABA “mangka wajib” Opo QOSHDULFI’LI “Nejaa gawe opo sholat” WATTA’YIINU “Lan nyatakena sholat” WALFARDHIYYATU “Lan kefardhuane sholat” WAINGKAANAT “Lan lamun ana opo sholat” Iku NAAFILATAN “sholat sunnah” MUWAQQOTATAN “kang den waktu-waktu” KAROOTIBATIN “kaya dene sholat rawatib” AW DZAATISABABIN “Atawa sholat Sunnah kang dueni sebab” WAJABA “mangka wajib” Opo QOSHDULFI’LI “Nejaa gawe opo sholat” WATTA’YIINU “Lan nyatakena sholat” WAINGKAANAT “Lan lamun ana opo sholat” Iku NAAFILATAN “sholat Sunnah” MUTHLAQOTAN “mutlak” WAJABA “mangka wajib” Opo QOSHDULFI’LI “Nejaa gawe opo sholat” FAQOTH “mangka belaka” ALFI’LU “Utawi kang aran Nejaa gawe” Iku USHOLLII “ngucapaken lafadz usholli” WATTA’YIINU “Utawi kang Aran nyatakena” Iku DZHUHRON “ngucapaken lafadz dzhuhur” AW ‘ASHRON “Atawa lafadz ashar” WAL FARDHIYYATI “Utawi kang Aran kefardhuan” Iku FARDHON “ngucapaken lafadz fardhu”
Arti/Makna dalam Bahasa Indonesia :
Niat itu 3 derajat , jika adalah sholat itu fardhu maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin dan Fardhiyyah , dan jika adalah sholat itu sunah yang ditentukan waktunya atau memiliki sebab maka wajib Qoshdu Fi’il dan Ta’yin , dan jika adalah sholat itu sunah mutlak maka wajib Qoshdu Fi’il saja . Al-’Fi’lu yaitu kalimat Usholli , dan Ta’yin yaitu kalimat Zhuhur atau ‘Ashar , dan Fardhiyyah yaitu kalimat Fardhon .
Keterangan/Syarh Kitab Safinatun Naja :
Niat dalam sholat itu ada tiga derajat , yaitu sebagai berikut :
[Pertama],
Bagi orang yang ingin melakukan shalat fardhu, setidaknya harus ada tiga komponen niat yang harus terpenuhi dalam hati, berupa:
1. Menyengaja menjalankan kegiatan (قصد الفعل) Bagi orang yang menjalankan shalat, dalam niat, ia harus menyertakan kalimat أصلي (saya shalat) dalam hati. Ini untuk menegaskan bahwa ia sekarang sedang menjalankan ibadah shalat, dan untuk membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
2. Menjelaskan spesifikasi/penentuan ibadah yang ia jalankan (التعيين) Ta’yin atau spesifikasi ini merupakan pembeda antara shalat satu dengan yang lain. Misal, dhuhur, asar, maghrib, dan seterusnya.
3. Khusus untuk ibadah shalat fardhu, komponen shalat yang tak bisa ditinggal adalah menjelaskan bahwa mushalli (orang yang menjalankan shalat) benar-benar dalam rangka melaksanakan fardhu. Sehingga ia wajib menyebut kalimat fardhu (الفرض).
Apabila diilustrasikan secara keseluruhan, di hati orang yang menjalankan shalat fardlu, minimal memuat untaian kalimat berikut (contoh niat shalat dhuhur):
اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ
“Saya shalat fardlu dzuhur.”
Atau bisa dalam Bahasa Jawa yaitu “niat isun sholat fardhu Dzuhur”
Atau bisa menggunakan bahasa daerah masing-masing yang bisa dimengerti.
Adapun melengkapi niat shalat seperti yang banyak dipakai seperti berikut ini hukumnya adalah sunnah
اُصَلِّىْ فَرْضَ الظٌّهْر
ِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً للهِ تَعَالَى
Artinya: Saya shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat, adâ’ karena Allah Ta’ala.
[Kedua],
Berikutnya adalah shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah qabliyah dan ba’diyah isya’, shalat dhuha, sholat tahajud dan sebagainya. Komponen niat minimal yang wajib dipenuhi pada shalat ini adalah:
1. Menyengaja menjalankan kegiatan (قصد الفعل) Bagi orang yang menjalankan shalat, dalam niat, ia harus menyertakan kalimat أصلي (saya niat sholat) dalam hati. Ini untuk menegaskan bahwa ia sekarang sedang menjalankan ibadah shalat, dan untuk membedakan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
2. Menjelaskan spesifikasi ibadah yang ia jalankan (التعيين) Menjelaskan spesifikasi/penentuan ibadah yang ia jalankan (التعيين) Ta’yin atau spesifikasi ini merupakan pembeda antara shalat satu dengan yang lain. dalam hal ini contohnya sholat qobliyah dan ba’diyah dzuhur, sholat dhuha, sholat istisqa, sholat tarawih dan lain sebagainya. Jadi, orang yang shalat qabliyah dzuhur atau tarawih, misalnya, minimal terbersit di hatinya susunan kalimat:
اٌصَلِّى قَبْلِيَّةَ الظُّهْرِ،
“Aku shalat qabliyah dzuhur”,
اُصَلِّىْ التَّرَاوِيْحَ
“Aku shalat tarawih.”
Atau bisa menggunakan bahasa Jawa yaitu “niat isun sholat tarawih”
Atau bisa menggunakan bahasa daerah masing-masing yang bisa dimengerti.
Kembali perlu diketahui, ini adalah batasan standar minimal. Artinya, jika orang yang shalat menggerakkan hati dengan susunan yang lebih lengkap sebagaimana dalam contoh yang panjang di atas, tentu lebih baik. Karena hal tersebut akan mendapatkan kesunnahan yang berlipat.
[Ketiga],
komponen niat dalam shalat sunnah mutlak, yaitu shalat sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu dan dan dilaksanakan dengan tanpa ada sebab tertentu yang memotivasinya. Maka, dalam niat hanya perlu menyebut penyengajaan melaksanakan shalat saja (قصد الفعل). Sehingga, apabila ada orang ingin shalat sunnah mutlak, andai saja hatinya bergerak membaca usholli (اٌصَلِّى) atau “Saya niat sholat” atau “niat isun sholat” atau bahasa daerah masing-masing saja, tanpa tambahan kalimat apa pun, sudah sah.
Note : ingat tempatnya niat itu di dalam hati. Dan dalam sholat di niat di bacakan ketika Lisan/mulut kita melafadzkan “Allahuakbar” pada saat takbiratul ihram.