Dalam kajian fikih thaharah (bersuci), tayamum merupakan salah satu rukhsah (keringanan) yang diberikan oleh Allah Swt. kepada hamba-Nya ketika tidak memungkinkan menggunakan air untuk berwudhu atau mandi wajib. Tayamum dilakukan dengan menggunakan debu yang suci sebagai pengganti air, dan syariat ini menjadi bukti betapa Islam memberikan kemudahan bagi umatnya. Namun, sebagaimana halnya wudhu yang bisa batal karena sebab-sebab tertentu, tayamum pun memiliki hal-hal yang dapat membatalkannya. Pembahasan ini dijelaskan dalam Fasal 17: Pembatal Tayamum (مبطل التيمم) dari kitab-kitab fikih klasik.
Teks Arab dan Terjemahan
فصل: مبطلات التيمم أربعة: ما أبطل الوضوء، والردة، وتوهم الماء إن تيمم لفقده، والشك.
Artinya:
Segala yang membatalkan tayamum itu ada tiga: apa-apa yang membatalkan wudhu, murtad, dan menyangka adanya air jika ia bertayammum karena tidak adanya air.
Makna dalam Bahasa Jawa (Makna Pegon)
FASLUN “Utawi ikilah fasal”,
MUBTILAATUTTAYAMUMI “utawi piro-piro perkara kang batalaken tayamum”,
IKU TSALAATSATUN “ana telu”,
MAA ABTHOLAL WUDHUU’A “siji perkara kang mbatalaken wudhu”,
WARRIDATU “lan murtad”,
WATAWAHHAMUL MA’A “lan ketekan banyu”,
IN TAYAMAMA “lamun tayamum sopo wong”,
LIFAQDIHI “karena kesepen banyu.”
Penjelasan dan Keterangan Lengkap
Dalam fasal ini dijelaskan bahwa ada tiga hal utama yang dapat membatalkan tayamum. Berikut uraian masing-masing:
1. Segala Sesuatu yang Membatalkan Wudhu
Hal pertama yang menyebabkan tayamum batal adalah segala sesuatu yang juga dapat membatalkan wudhu. Artinya, ketika seseorang telah tayamum dan kemudian mengalami salah satu penyebab batalnya wudhu—seperti buang air kecil, buang air besar, keluar darah dari salah satu anggota tubuh, tidur nyenyak, atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram tanpa pembatas—maka tayamumnya pun menjadi batal.
Tayamum di sini memiliki status yang sama seperti wudhu, hanya saja medianya berbeda. Maka hukum pembatalnya pun ikut serupa. Ketika wudhu batal, tayamum pun batal, dan untuk bersuci kembali, seseorang harus mengulangi tayamum (atau wudhu jika air sudah tersedia).
2. Murtad (Keluar dari Islam)
Hal kedua yang membatalkan tayamum adalah murtad, yaitu keluar dari agama Islam, baik dengan ucapan, perbuatan, maupun keyakinan yang bertentangan dengan akidah Islam.
Misalnya, seseorang yang telah bertayamum tiba-tiba mengucapkan perkataan yang menentang dasar keimanan atau menyatakan keraguan terhadap Allah, maka seketika itu pula tayamumnya batal. Bahkan, bila kemurtadan itu hanya terjadi sejenak lalu ia kembali memeluk Islam, tayamumnya tetap dianggap batal dan ia wajib bersuci kembali.
Hal ini menegaskan bahwa kemurtadan bukan hanya membatalkan tayamum, tetapi juga membatalkan seluruh amal ibadah yang dilakukan selama keadaan murtad.
3. Menyangka atau Mengira Ada Air
Pembatal tayamum yang ketiga adalah menyangka adanya air, dalam hal tayamum dilakukan karena tidak adanya air. Artinya, jika seseorang bertayamum karena tidak menemukan air, kemudian ia mengira atau menyangka telah ada air—meskipun ternyata belum pasti—maka tayamumnya batal.
Contohnya, seseorang dalam perjalanan di tengah padang pasir melakukan tayamum karena kehabisan air. Lalu ia melihat fatamorgana yang disangka air, atau melihat sekelompok orang membawa bejana dan ia menduga di dalamnya ada air, atau melihat awan mendung dan mengira hujan akan segera turun. Maka sangkaan itu cukup untuk membatalkan tayamum, sebab alasan kebolehan tayamumnya (yaitu ketiadaan air) dianggap telah hilang.
Dalam konteks ini, fikih menjelaskan bahwa tayamum hanya sah jika ketiadaan air benar-benar nyata dan yakin. Begitu muncul dugaan adanya air, maka tayamum kehilangan status rukhsah-nya dan otomatis tidak berlaku lagi.
Kesimpulan
Dari penjelasan Fasal 17 ini, dapat disimpulkan bahwa tayamum memiliki kedudukan hukum yang sama dengan wudhu dalam hal kesucian dan pembatalnya, dengan tambahan dua hal khusus yaitu murtad dan dugaan adanya air.
Ketiga hal yang membatalkan tayamum tersebut adalah:
Segala sesuatu yang membatalkan wudhu.
Murtad (keluar dari Islam).
Menyangka adanya air ketika bertayamum karena tidak ada air.
Pemahaman ini penting dalam praktik bersuci sehari-hari, terutama bagi mereka yang sering berada dalam kondisi sulit menemukan air seperti musafir, orang sakit, atau saat berada di tempat terpencil. Dengan mengetahui pembatal tayamum, umat Islam dapat menjaga keabsahan ibadahnya, sebab suci dari hadas adalah syarat sah salat dan ibadah lainnya.
Penutup:
Fasal tentang pembatal tayamum ini menunjukkan betapa Islam memperhatikan keseimbangan antara kemudahan dan ketelitian dalam ibadah. Kemudahan (rukhsah) diberikan agar umat tidak kesulitan dalam beribadah, namun tetap diatur dengan batas-batas hukum yang jelas agar ibadah yang dilakukan tetap sah dan diterima di sisi Allah Swt.